Bapak pengasuh fas'alu yang terhormat. Saya seorang suami yang sangat sayang dan cinta kepada istri saya. Menurut pandangan saya, istri saya adlah wanita yang sangat menarik hati saya. Tidak jarang setiap melihatnya selalu berlanjut dengan hubungan suami istri. Yang menjadi masalah adalah ketika istri saya berhalangan (haid). Untuk melayani saya maka saya meminta istri saya untuk melakukan oral seks. Apakah yang saya lakukan ini dibenarkan oleh agama? Mohon bimbingan Bapak pengasuh.
Fulan, Surabaya
Jawab:
Hubungan suami istri yang sah adalah sebuah ibadah, seperti halnya kalau hubungan itu tidak sah adalah dosa. Akan tetapi, manakala istri berhalangan, haid, maka hubungan itu dibatasi. Dalam QS. al-Baqarah: 222, disebutkan yang artinya,
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah bahwa itu adalah penyakit maka jauhilah wanita-wanita haid dan janganlah kamu sekalian mendekati mereka sehingga mereka suci".
Dari ayat ini ada tiga pendapat dikalangan ulama. Pertama, seluruh tubuh istri dijauhi berdasarkan lafadz "jauhilah" pada ayat itu. Ini menurut Ibnu Abbas dan Abidah As Salmani. Kedua, diperbolehkan tamattu (bersenang-senang, mendapati kenikmatan) pada istri sebatas tubuh yang berada di atas pusar di bawah lutut. Pendapat ini diikuti oleh Mazhab Syafi'i, Hanafi, dan Maliki. Ketiga, diperbolehkan tamattu pada seluruh tubuh istri kecuali farj (alat kelamin). Ini pendapat Imam Ishaq bin Rohuyah, Imam Ahmad bin Hanbal, dan Imam Ats Tsauri. Inilah batasan pergaulan suami istri sewaktu haid dari syara'. (Majmu' II hal 361, dan Fiqh Islami I: 427).
Kaitannya soal oral seks, sebenarnya tidak ada ketentuan larangan secara tegas. Lebih-lebih istri oleh Al Quran diibaratkan sebuah tanah untuk bercocok tanam. Sebuah lahan yang diperbolehkan menggarapnya sesuka hati.
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki". (QS al-Baqarah: 223).
Namun begitu ada etika luhur dalam Islam yang hendaknya diperhatikan dalam soal penggarapan lahan itu. Umpamanya, hendaklah pada saat tamattu itu suami tidak melihat pada farj istri begitu juga sebaliknya istri tidak melihat farj suami. Kami kira dalam oral seks, etika luhur ini susah dijaga walaupun sekali lagi soal oral seks tidak ada dalil yang tegas yang melarangnya.
[]
Dec 17, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment