Dihadapan sahabat, Rasulullah saw. bersabda:
"Sesungguhnya kalian berada di zaman di mana seseorang meninggalkan sepersepuluh ajaran yang diperintahkan adalah rusak; Kemudian akan tiba suatu zaman di mana seseorang mengerjakan sepersepuluh ajaran yang diperintahkan adalah sukses". (HR. Tirmidzi dari Abi Hurairoh)
Hadits tersebut menunjukkan pada masa Nabi saw. tumbuh semangat tinggi di dalam mengerjakan kebaikan, sehingga disebutkan bahwa meninggalkan sepersepuluh dari ajaran agama sudah termasuk kerusakan. Memang, bagi sahabat mengamalkan 90% ajaran agama sudah termasuk hal yang tidak layak. Sementara di zaman lain, umat mengamalkan 10% sudah termasuk kesuksesan yang luar biasa. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada masa sahabat tumbuh persaingan (yang positif) untuk berlomba-lomba mengamalkan ajaran agama. Dengan adanya persaingan ini mereka terpacu untuk menjadi yang terdepan dalam kebaikan.
Gambaran sahabat yang demikian ini telah disebut di dalam Al Quran sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad saw. yang bergelar Sabiqun bil Khairat (manusia yang berlomba-lomba dengan kebaikan). Allah swt. berfirman:
"Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Dhalimun linafsihi, Muqtashid, dan Sabiqun bil Khairat, dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar". (QS. Fathir: 32)
Kebaikan oleh para sahabat diterjemahkan dalam konteks yang sesuai dengan Syariat Islam, yakni menjadikan kebaikanitu sebagai sarana menuju Allah swt., menggapai surga-Nya, serta memperoleh ridha-Nya, sehingga tumbuh kemuliaan berIslam karena ajaran-ajarannya teramalkan. Sementara pada zaman ini konteks kebaikan tidak diamalkan, malah sering diterjemahkan dalam bentuk kegiatan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Kalaupun sekedar tidak sesuai itu masih lumayan, sekarang yang lebih parah lagi, tumbuh dan berkembang upaya membalut keburukan di balik kegiatan keagamaan.
Dengan demikian, sedikit di zaman ini umat yang menjadi pelopor kebaikan, yang sering dijumpai adalah pelopor keburukan.
Para sahabat benar-benar pelopor kebaikan. Ketika Rasulullah saw. hendak ekspansi dakwah ke Khaibar dan akan menyerahkan kepemimpinan kepada orang yang mencintai Allah Dan Rasul-Nya, para sahabat berebutan. Sayidina Umar tidak pernah berambisi untuk menjadi pemimpin, namun demi untuk tujuan membuktikan Hubbulloh dan Hubburrasul ia siap bersaing dengan sahabat lainnya. Sementara Sayidina Ali Karramallohu Wajhahu yang sedang sakit, ketika ditunjuk mengibarkan bendera dakwah dakwah itu segera bangkit tanpa satu pun alasan tidak setuju keluar dari lisannya. Demikian pula ketika Rasulullah saw. bersabda pada saat perang Uhud: "Siapa yang mau menggunakan pedang ini?" Para sahabat berebutan mengangkat tangannya. "Siapakah yang mau menggunakan pedang ini sesuai dengan haknya?" dengan lincah tampillah Abu Dujanah merebut pedang itu untuk dipakai menebas leher-leher kaum musyrikin. (HR. Muslim)
Rabi'ah bin Ka'ab Al Aslamy sahabat yang selalu mendampingi Rasulullah baik diwaktu berpergian maupun dirumah pada suatu malam bersama Rasulullah. Di malam itu ia sungguh-sungguh melayani beliau dengan menyiapkan segala sesuatunya termasuk menyediakan air wudhu dan batu untuk istinja'. Atas pelayanan sahabatnya itu Rasulullah Sholallohu alahi wassalam merasa senang, sehingga beliau bersabda, "Mintalah kepadaku apa yang kamu suka". Sahabat yang cerdas itu tidak minta apa-apa, hanya mengucapkan: "Aku memohon kelas dapat mendampingi engkau di surga". (HR. Muslim).
Sahabat Handzolah, setelah melangsungkan akad nikah dengan wanita yang dicintainya ia lalu bersenang-senang dengan istrinya itu. Tiba-tiba terdengar pengumuman untuk berjihad, maka segera ia cepat-cepat turun ke medan laga dan akhirnya menjumpai syahid di sana sebelum sempat mandi janabat. Atas kepeloporannya ini ia diberikan karamah; janazah beliau dimandikan janabat oleh malaikat, yang kemudian menjadi julukannya, yakni Handzolah Ghasilul Malaikah (Handzolah yang dimandikan malaikat).
Saat perang Badar, Umair bin Al Hammam sahabat Anshar sedang asyik menikmati kurmanya. Tiba-tiba terdengar suara, "Wahai sahabatku, rebutlah surga yang panjangnya bagaikan langit dan bumi". Sahabat tersebut meloncat menghampiri Nabi, "Benarkah surga panjangnya bagaikan langit dan bumi?" "Benar" "Amboi, andaikan aku mendapatkannya". Ia lalu mati mendapatkan syahid setelah puluhan musuh terbunuh ditangannya. (Muttafaq Alaih)
Perihal berinfak juga menjadi persaingan. Suatu hari Umar bin Khattab menangis tersedu-sedu ketika dirinya kalah dalam perlombaan infaq dengan sahabat Abu Bakar. Waktu itu Umar berkata, "Tiap kali aku bersaingan denganmu wahai Abu Bakar, kamulah pemenangnya". Beda dengan umat lain dimana persaingan berdasar pada materi.
Kepeloporan dalam kebaikan ini juga ditunjukkan dengan tumbuhnya berbagai aktivitas keagamaan. Di masjid Nabawi, sahabat mendirikan halqoh-halqoh untuk kegiatan keagamaan yang digemari. Di antara mereka mendirikan halqoh mudzakaroh, halqoh dzikir dan lainnya. Melihat banyak halqoh itu, Rasulullah Sholallohu Alaihi wassalam besabda, "Apakah yang kamu lakukan?" "Ya Rasulullah, kami berkumpul bersama untuk dzikir kepada Alloh". "Jika begitu, mudah-mudahan Alloh mengampuni dosa-dosamu".
Perihal kebaikan ini, sahabat-sahabat wanita tidak ketinggalan. Menyadari kesempatan dalam menuntut ilmu dari Nabi Sholallohu Alahi wassalam kurang, ibu-ibu lalu meminta waktu sendiri untuk mengaji. (HR. Al Bukhari)
Kepeloporan dalam hal kebaikan yang luar biasa ini tiada lain karena dorongan iman yang kuat bahwa dunia adalah tempat ujian bukan tempat selamanya di samping tauladan yang besar dicontohkan oleh bagindanya. Modal ini mendasari sahabat untuk mempergunakan kesempatan hidup di dunia sebaik-baiknya guna mencapai kesuksesan di akhirat. Kesuksesan di akhirat adalah memperoleh surga setelah di dunia berhasil merebut maghfirah dan mempertahankan ketakwaan.
Karakter yang demikian ini menjadikan sahabat akan terus mendapatkan kiriman pahala sebab sunnah-sunnah kebaikannya, baik berupa ide (teori) maupun praktek dijadikan teladan (manhaj) oleh umat Islam sedunia, sebagaimana hadits:
"Barangsiapa mengukir perbuatan yang baik, maka baginya pahala kebaikan itu ditambah pahala orang yang melaksanakan sunnah itu setelahnya tanpa satupun pahala-pahala itu dikurangi". (HR. Muslim)
Kepeloporan dalam kebaikan ini barangkali juga pengabulan doa para sahabat yang didengarkan siang malam:
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan-pasangan kami dan dan keturunan kami sebagai qurrotu a'yun. Dan jadikanlah kami sebagai pelopor (terdepan) dalam kebaikan bagi orang-orang yang bertakwa". (QS. Al Furqon: 74)
Berangkat dari ayat itu, Sayyidina Abdullah bin Umar, sahabat yang senantiasa menapaktilasi kehidupan Rasulullah sampai hal-hal yang kecil selalu berdoa agar dijadikan sebagai pelopor kebaikan bagi orang lain. Doa beliau adalah
"Ya Alloh. jadikanlah aku termasuk pelopor orang-orang yang bertakwa di dalam mengerjakan kebaikan". (HR. Malik, Tanwirul Hawalik I/220)
[]
Feb 10, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment