Ustadz yang dimuliakan Alloh,
Anak saya sehabis makan pindang selalu diserang gatal-gatal. Sewaktu saya periksakan, dokter menyarankan agar menghindarkan anak dari makan ikan itu. Belakangan saya tidak pernah memberikan ikan pindang itu kepadanya. Apakah yang saya lakukan dan apa yang disarankan itu dibenarkan oleh ajaran agama? Agama itu tidak termasuk bagian dari mengharamkan apa yang dihalalkan Alloh swt., karena ikan pindangkan hukumnya halal?
Abdullah, Surabaya
Jawaban:
Agama Islam bila bicara tentang makanan selalu memberikan tekanan pada aspek kehalalan. Artinya tidak boleh sekali-kali mengkonsumsi makanan yang haram. Namun adakalanya makanan yang memenuhi aspek halal tidak baik atau tidak disenangi seperti halnya thalak. Perceraian ini halal namun dibenci. Contoh lainnya adalah biawak. Ia binatang yang dihalalkan karena Rasulullah saw. membiarkan para sahabat mengkonsumsinya. Akan tetapi beliau sendiri memilih untuk tidak memakannya. Barangkali beliau merasa tidak berselera, tidak suka, tidak cocok, dan lain sebagainya. Peristiwa ini menjadi dalil bahwa ketetapan Nabi saw. termasuk bagian dari sunnah beliau.
Oleh karena dalam hal makanan disamping aspek halal, agama Islam juga menekankan aspek thayyib. Thayyib ialah makanan yang baik menurut penelitian para ahli atau makanan yang bergizi dalam kata lain. Bahkan banyak ditemukan dalam AlQuran ayat-ayat yang menggabungkan antara aspek halal dan thayyib. Firman Alloh swt. yang artinya
"Dan makanlah makanan yang halal lagi thayyib dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu" (QS. Al Maidah: 88, periksa pula QS. Al Baqarah: 168, QS. Al Anfaal: 69, dan QS. An Nahl: 114)
Kaitannya dengan alergi (keadaan tubuh yang sensitif hingga menimbulkan suatu jenis penyakit) terhadap makanan tertentu, mungkin makanan itu tidak baik atau tidak cocok dengan kondisi tubuh seseorang. Artinya bisa tidak memenuhi aspek thayyib. Jadi boleh dihindari, bahkan semestinya dihindari karena membawa efek tidak baik bagi kesehatan. Selama tetap dengan memandang bahwa makanan itu halal karena tidak ada dalil maupun indikasi dalil yang mengharamkannya. Umpamanya seperti daging kambing atau makanan berlemak tentu tidak baik bila dikonsumsi terus orang yang mengidap kolesterol tinggi.
Menghindari makanan yang menjadi tubuh seseorang alergi ini beda dengan perilaku mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Alloh swt. yang kerap dilakukan oleh orang musyrik terdahulu.Perilaku ini melampui batas dan mengada-ada apa yang tidak ada tuntunannya, seperti mengharamkan daging sapi, dan lain sebagainya. Mereka memandang haram terhadap makanan yang dihalalkan atau sebaliknya secara borongan atas dasar meniru nenek moyang. Padahal menghalalkan dan mengharamkan menjadi otoritas Alloh swt. semata. Firman Alloh swt. yang artinya
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Alloh yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik?" (QS. Al A'raaf: 32)
Firman Alloh swt. yang lain yang artinya
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut lidahmu secara dusta: "Ini halal, ini haram," untuk mengada-ada kebohongan terhadap Alloh. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Alloh tiadalah beruntung". (QS. an Nahl: 116)
Menghindari makanan yang menyebabkan alergi tidaklah sampai pada tingkat mengharamkan secara borongan, hanya sekedar menganggap tidak baik bagi diri sendiri karena alasan tidak suka atau tidak cocok, sedang bagi orang lain mungkin beda. Kalau suka dan cocok mengapa harus dihindari, toh makanan itu hukumnya halal.
[]
Feb 4, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment