Pertanyaan:
Ada satu hal yang ingin saya tanyakan tentang kehalalan dari tissu/desinfektan dari air galon. Ana membaca labelnya pada kemasan halal. Padahal biasanya desinfektan itu mengandung alkohol.
Kholishoh Diana, Tuban
Jawaban:
Dalam ilmu kimia yang dimaksud alkohol adalah senyawa organik yang dalam struktur molekulnya memiliki gugus hidroksil (-OH). Namun yang dimaksud alkohol dalam kehidupan sehari-hari adalah Etanol (Etil Alkohol). Sifat farmakologis alkohol adalah begitu masuk ke dalam lambung maka segera akan terjadi absorbsi (penyerapan) oleh darah dibawa ke jantung, yang selanjutnya diteruskan ke otak dan bekerja sebagai depressan (penekan) saraf pusat. Kekuatan aksi menekan ini sangat bergantung kepada kadar alkohol dalam darah yang dipengaruhi oleh jumlah alkohol yang diminum. Semakin kuat tekanan alkohol, maka akan semakin berpengaruh pada keseimbangan, pendengaran, penglihatan dan pembicaraan.
Untuk alkohol dalam arak, hukum alkohol sama halnya dengan hukum arak. Para ulama berbeda pendapat mengenai najis dan tidaknya arak. Jumhur ulama berpendapat bahwa arak itu rijsun (super najis) berdasarkan Q.S. al-Maidah: 90. Sementara itu Imam Al-Muzani (ulama senior madzhab Hanafi) mengatakan bahwa arak itu tidak najis dengan alasan bahwa tidak semua yang diharamkan oleh Allah itu najis. Sedangkan rijsun menurutnya adalah “perbuatan najis.” Jadi menurut pendapat ini, penggunaan desinfektan dalam galon tidak masalah.
Sementara itu jika kita mengacu kepada madzhab Jumhur yang mengatakan bahwa alkohol itu najis, maka dalam kasus di atas kita tetap boleh menggunakan berdasarkan bahwa Rasulullah Saw. pernah menggunakan hal-hal najis seperti instruksi Rasulullah Saw. kepada delapan orang dari Suku Urainah agar mereka minum susu dan air kencing unta untuk menyembuhkan penyakit mereka. Dalam Madzâhibul Arba’ah 1/25, Syekh Abdurrahman Al-Jaziri menulis bahwa penggunaan cairan najis (baca: alkohol) untuk kepentingan obat atau wewangian adalah diperbolehkan dalam batas-batas kebutuhan. Dalam Fiqh Sunnah juga disebutkan bahwa air, sedikit maupun banyak, yang kejatuhan najis dan sama sekali tidak berubah salah satu sifatnya, baik warna, rasa dan baunya tetap dihukumi suci dan mensucikan berdasarkan hadits dari Abu Sail Al-Khudri r.a. Dikatakan, “Wahai Rasulullah, bolehkan kami berwudhu dari sumur Budho’ah?” Rasulullah Saw. menjawab: “Air itu mensucikan dan tidak bisa dinajiskan oleh sesuatu (apapun).” (H.R. Ahmad, Syafi’i, Abu Dawud, Nasa’i dan Tirmidzi).
Imam Ahmad mengatakan bahwa hadits ini disahihkan oleh ulama hadits sekaliber Yahya bin Ma’in. Pendapat ini juga diikuti oleh Ibnu Abbas, Abu Huroiroh, Hasan Al-Bashri, Said bin Musayyib, Ikrimah, Abdurrahman bin Abi Laila, Sufyan Ats-Tsauri, Ibrohim Annakhol, Dawud Azh-Zhohiri, Imam Malik dan Imam Al-Ghozali. Bahkan Al-Ghozali bermadzhab Syafi’i pernah mengatakan, “Aku sangat berharap Anda madzhab Syafi’i dalam masalah air seperti madzhab Imam Malik.” Saat mulut galon yang telah diusap dan dibersihkan dengan desinfektan yang mengandung alkohol bercampur air ketika galon tersebut sudah dituang dalam gelas atau dispenser, maka bekas alkohol tersebut umumnya sama sekali tidak mempengaruhi salah satu sifat air baik warna, rasa maupun baunya, yang itu berarti menurut pendapat ini air masih tetap dihukumi suci dan mensucikan.
[]
Nov 17, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment