Pertanyaan:
Badan kesehatan dunia WHO mengeluarkan statement yang menyatakan bahwa Khitan bagi wanita secara medis sebaiknya tidak dilakukan. Bagaimanakah sebenarnya prinsip Islam terkait Khitan bagi wanita?
Akhawat di Surabaya
Jawaban:
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan bagi lelaki. Imam Sya’bi, Rabi’ah, al-Auzai, Imam Malik dan Imam Syafi’i menyatakan bahwa khitan hukumnya wajib. Bahkan Imam Malik pernah mengatakan, “Barang siapa yang belum berkhitan, maka tidak boleh menjadi Imam dan persaksiannya tidak diterima.” Sementara Imam Abu Hanifah dan Hasan al-Bashri menyatakan bahwa khitan hukumnya sunah bagi laki-laki. Ada banyak dalil bagi masing-masing pendapat terkait dengan ijtihad mereka yang di sini bukan tempat untuk menyebutkannya.
Sementara itu, seluruh ulama fiqih dan para imam mujtahid sepakat bahwa khitan bagi wanita hukumnya Mustahab (sunah). Kecuali dalam sebuah versi (dari dua versi) riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal bahwa khitan wajib hukumnya bagi wanita (Tarbiyatul Aulâd fil Islâm 1/114). Pendapat wajibnya berkhitan bagi wanita ini dikuatkan oleh Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi dalam kitab Ahkâmunnisâ’ bab keenam, “Di antara dalil bahwa berkhitan itu hukumnya wajib bagi wanita adalah kenyataan bahwa dalam berkhitan ada tindakan menyakiti diri (Iilâm) dan juga membuka aurat. Andai khitan tidak diwajibkan tentu kedua hal tersebut tidak diperbolehkan seperti halnya bertato.”
Dari sini bisa dimengerti bahwa khitan (bagi pria/wanita) dalam Islam mendapatkan cukup perhatian. Buktinya, tidak ada hukum kecuali wajib dan sunnah di mana keduanya mengandung unsur memberikan dorongan. Ini karena khitan itu sendiri merupakan ciri khas agama Nabi Ibrahim a.s. yaitu agama Islam. Imam Qatadah berkata, “Orang Yahudi mencetak dan mencelup anak-anak mereka dengan celupan Yahudi, Nashrani mencelup anak-anak mereka dengan celupan Nashrani, dan sesungguhnya celupan Allah adalah Islam.”
Karena menjadi salah satu ciri khas Islam, maka khitan harus dibudayakan di kalangan anak-anak perempuan Islam seperti dipahami dari hadits, “Jika kedua khitan bertemu, maka wajiblah mandi.” Imam Ahmad berkata, “Ini menunjukkan bahwa para wanita tempo dulu (generasi sahabat) juga berkhitan.”
Kenyataan bahwa wanita generasi sahabat juga berkhitan ditunjukkan pula oleh hadits dari Ummu Athiyyah al-Anshari, “Sesungguhnya ada perempuan melakukan khitan di Madinah, kemudian Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam bersabda:
‘Janganlah berlebihan dalam mengikis, karena hal itu menjadikan lebih baik bagi isteri dan lebih disukai suami.’” H.R. Abu Dawud.
[]
Nov 22, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment