Nov 25, 2008

Merangkai Umur Kedua di Dunia

Bismillahirrahmanirrahim


“Dan jadikanlah untukku buah tutur yang baik bagi orang – orang ( yang datang ) kemudian.“ Q.S. Asy-Syu’ara’: 84.


Uraian Ayat

Do’a di atas adalah salah satu rangkaian permohonan yang diajukan oleh Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam. Dan kiranya permohonan beliau telah dikabulkan oleh Allah Swt. Ibadah haji yang dilakukan oleh jutaan manusia dari penjuru dunia, ritual pokoknya adalah menapaktilasi jejak Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya. Nama beliau senantiasa disebut oleh setiap generasi yang pernah hidup sesudahnya hingga sekarang. Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam sendiri guna menghormati do’a Nabi Ibrahim di atas juga mengajarkan kepada umat agar membaca shalawat Ibrahimiyyah dalam setiap kali shalat. Dan yang terpenting dari wujud pengabulan do’a di atas adalah keberadaan Nabi Ibrahim a.s. yang diakui dan dicintai oleh setiap pemeluk agama dan bahkan mereka mengklaim sebagai keturunan dan penerus sah agama Nabi Ibrahim a.s.. Lisan shidq, sebutan baik dan namanya yang senantiasa dikenang tidak lain adalah pahala Allah yang diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s. di dunia sebagaimana firman Allah:

“...dan Kami memberikan pahala kepadanya di dunia ...“ Q.S. Al-Ankabut: 27.


Terkabulnya do’a Nabi Ibrahim a.s. ini bukanlah seperti tumbuhnya jamur di musim hujan. Semuanya adalah sebagai penghargaan atas perjuangan, langkah dan usaha keras yang telah dilakukan. Sejak muda beliau hidup di tengah komunitas yang tak satupun menyembah Allah. Beliau adalah satu - satunya manusia yang mengesakan Allah. Kendati demikian, semangat tetap membara untuk mengenalkan manusia kepada Allah dengan segala resiko yang harus dihadapi. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang umat yang patuh kepada Allah, hanif dan dia tidak pernah menjadi termasuk orang - orang musyrik “ Q.S. An-Nahl: 120.

Do’a Nabi Ibrahim a.s. di atas mengajarkan kepada umat manusia supaya berusaha dan berjuang agar namanya selalu dikenang sapanjang zaman, meski tubuhnya telah terpendam di dalam tanah. Hal ini bisa tercapai dengan meneliti dan mempelajari lebih jauh tentang Nabi Ibrahi a.s., manusia pertama yang mengajukan permohonan tersebut, tentang para tokoh generasi penerus beliau dari para Nabi ‘alaihimussalam anak keturunan beliau serta para pewaris para nabi yang tidak lain adalah para ulama rahimahumullah. Dari meneliti dan mempelajari kehidupan mereka secara otomatis akan memunculkan motivasi untuk meniru dan meneladani gerak langkah, usaha dan perjuangan yang mereka lakukan sehingga mereka mendapatkan (qabul) penerimaan dari Allah dan pahala yang terus menerus mengalir, di mana hal ini bisa dibuktikan dengan sebutan harum, jasa-jasa mereka yang senantiasa disebut dan dikenang sepanjang masa.

Jika apa yang dilakukan Nabi Ibrahim a.s. tidak mendapatkan qabul tentu nama dan usaha beliau dan keluarga tidak akan pernah disebut-sebut lagi. Jika yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. tidak mendapatkan qabul dari Allah, tentu Allah dan malaikat-Nya tidak akan bershalawat serta memerintahkan supaya kaum beriman senantiasa bershalawat kepada Rasululllah Saw. Jadi perintah bershalawat merupakan bagian dari bab ““...dan Kami memberikan pahala kepadanya di dunia ...“ Q.S. Al-Ankabut: 27. Kasus pada Nabi Ibrahim dan Rasulullah ‘alaihimasshalatu wassalam bisa menjadi cemin bagi kita semua untuk melihat apa yang terjadi dan dialami oleh para ulama pejuang seperti halnya wali songo, atau para pendiri ormas Islam dan para pendiri pesantren dan lembaga pendidikan Islam seperti halnya Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, NU, Muhammadiyyah dan lain sebagainya. Jika apa yang dilakukan oleh para pendiri tidak mendapatkan qabul, tentu komunitas yang mereka rintis akan berhenti di tengah jalan dan nama para perintis pun tidak akan pernah disebut-sebut lagi.

Lisan Shidq & Sunnah Hasanah

Lisan Shidq, sebutan yang baik dari uraian di atas bisa dipahami sebagai tidak lain adalah langkah merintis sebuah usaha yang memberikan manfaat (Sunnah Hasanah) secara berkesinambungan, terus menerus, tidak pernah berhenti hingga melewati batas masa kehidupan di dunia. Islam, dalam hal ini Rasulullah Saw., telah memberikan petunjuk secara gamblang langkah–langkah yang menjadikan pemiliknya terus dikenang, namanya selalu disebut dan memperoleh pahala yang terus mengalir.

“Sesungguhnya amal kebajikan yang selalu menyusul seorang yang beriman setelah kematiannya adalah: 1) ilmu yang ia sebarkan, 2) anak shaleh yang ia tinggalkan, 3) mushaf yang ia wariskan, 4) masjid yang ia dirikan, 5) rumah yang ia bangun untuk musafir, 6) sungai yang ia alirkan, dan 7) sedekah yang ia keluarkan dari hartanya semasa sehat dan hidupnya.“ (H.R. Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dari Abu Hurairah r.a.)

Mengomentari hadits ini, Imam Suyuthi mengatakan: Dalam hadits Ibnu Majah ini disebutkan ada tujuh perkara, sementara jika mengikutkan hadits lain, maka akan terkumpul menjadi sepuluh yaitu: [Jika anak Adam mati maka amal-amalnya tidak berjalan kecuali sepuluh: Ilmu yang ia sebarkan, do’a anak keturunan, menanam kurma, sedekah jariyah, mewariskan mushaf, benteng pertahanan, menggali sumur, mengalirkan sungai, rumah yang dibangunnya untuk persinggahan pengembara, atau membangun tempat berdzikir.]

Dalam syarah Muslim, Imam Nawawi menambahkan lagi satu hal hingga jumlahnya menjadi sebelas, beliau berkata: Dan mengajarkan Al-Qur’an yang mulia. Maka ambillah semuanya (sebelas perkara) dari hadits-hadits dengan ringkas.

Dari sebelas perkara di atas jika dirinci juga akan menjadi lebih banyak lagi. Apalagi ada hadits dari Rasulullah Saw.:

“Barang siapa membuat suatu sunnah hasanah (perbuatan baik) dalam Islam, maka baginya pahala dan pahala orang – orang yang melakukan setelahnya tanpa sedikitpun mengurangi pahala mereka...” (H.R. Muslim, Ahmad, Turmudzi, Nasai, Ibnu Majah)

Bahasa Sunnah Hasanah tentu saja bisa dipahami sebagai bahasa umum yang tidak terbatas pada aktivitas tertentu. Bahasa ini tidak lebih hanya memberikan standar yang maknanya bisa dijabarkan dengan berbagai macam merintis aktivitas yang bernilai ibadah, baik berupa aktivitas tubuh atau hanya sekedar ucapan saja seperti halnya membuat atau merangkai suatu wirid tertentu yang kemudian wirid itu diamalkan banyak orang, semisal Tahlil, Dzikir Jama’i dan aneka ragam Ratib dan Hizib. Jadi barang siapa membuat Sunnah Hasanah, berarti ia berpeluang mendapatkan Lisan Shidq, pahala yang terus mengalir dan tentu saja derajat yang terus meningkat. Analogi dari hal ini adalah undang-undang dalam bisnis MLM (Multi Level Marketing) di mana orang pertama yang berhasil membuat jaringan akan terus mendapatkan poin dan semakin banyak jaringan itu berkembang dan bercabang, maka poin yang didapatkannya semakin besar.

Kenyataan Sunnah Hasanah di atas memberikan makna akan ketinggian derajat Rasulullah Saw. “Tidak ada orang yang setiap detik naik derajat kecuali Rasulullah shollallôhu ‘alaihi wasallam” Demikian Prof. DR. Abu As-Sayyid Muhammad menyatakan. Ini karena dalam setiap detik pasti ada orang yang berbuat baik dan mendapat pahala yang berarti ada poin untuk beliau shollallôhu ‘alaihi wasallam selaku manusia pertama yang mengajak dan menjadikan kebaikan tersebut mempunyai nilai.

Dalam Dzikrayat wa Munâsabât hal 136 disebutkan: Di antara keistimewaan Rasulullah Saw. adalah bahwa Allah menulis pahala untuk setiap nabi sesuai dengan amal-amal, aktivitas dan ucapan umatnya. Sementara umat Nabi Saw. adalah separuh penduduk surga, selain mereka disebutkan oleh Allah sebagai umat terbaik. Mereka menjadi umat terbaik karena memiliki suatu makrifat, hal, ucapan dan amal yang menjadikan mereka mendekat kepada Allah atas petunjuk dan ajakan Rasulullah Saw. yang berarti beliau berhak mendapat bagian pahala sebagaimana disebutkan dalam hadits:

“Barang siapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala – pahala para pengikutnya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka...” (H.R. Imam Muslim, Imam Ahmad, Turmudzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Nasa’i dari riwayat Abu Hurairah r.a.)

Wallôhu a’lamu.

0 comments: