Mar 17, 2009

Menata Niat

Firman Allah swt. dalam QS. Adz-Dzâriyât: 56’ yang artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu”

Jamaah Jum’at yang berbahagia, hafidlokumulloh,

Pertama-tama dari atas mimbar ini wasiat bersama untuk diri saya sendiri dan yang hadir di tempat yang berkah ini yang terkait dengan penghambaan kita kepada Allah Swt. sebatas mana kita telah melaksanakan penghambaan ini yang mestinya hamba seharusnya patuh terus kepada Allah swt. yang telah menciptanya, yang mengatur hidupnya. Sudah tentu yang demikian, Allah swt. haknya untuk disembah dan dipatuhi ini akan memberikan berkah dalam kehidupannya.

Seorang muslim, melakukan pekerjaan sekecil apapun harus mengetahui apakah hukumnya hal ini sangat penting. Halal ataukah haram, makruh atau sunnah. Keterikatan inilah yang disebut dengan takwa. Takwa yang memiliki arti menaati segala perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-larangannnya.

Jamaah Jum’at yang berbahagia, hafidlokumulloh,

Pada muqoddimah khutbah, kami menyampaikan di antara firman Allah swt. yang terkait dengan tahrirun niyah (menata niat) terkait dengan ibadah karena kita diciptakan ini oleh Allah yang untuk beribadah seperti yang difirmankan Allah swt. dalam. Adz-Dzâriyât: 56 yang artinya

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu”


Artinya, Aku tidak akan menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengenal Aku, setelah mengenal Aku mengagungkan Aku, setelah mengagungkan Aku, menyembah Aku. Menyembah yang bersifat khusus yang disebut ibadah makhdo (sholat, puasa, haji dan lain-lain) dalam aturan-aturan tertentu. Menyembah bersifat umum, segala kegiatan dan aktifitas kita selama berdekatan dengan Allah, Allah al-Qorib (Maha Dekat).

Pekerjaan kita sehari-hari sekecil apapun selama itu dekat dengan Allah disebut ibadah. Peran Basmallah dan Hamdalah sangat penting dalam aktifitas tersebut agar dapat menjadi ibadah. Dimulai dengan Basmalah maka, makan kita ingat Allah diakhiri dengan Alhamdulillah yang telah memberikan makan. Hidup yang ibkah (hidup yang berberkah) adalah hidup yang diberi oleh Allah sesuatu yang baik menurut Allah, menurut aturan-aturan Allah tidak hidup dengan aturan-aturan dan pikiran kita sendiri, tidak juga seukuran kemampuan kita. Tips berkah itu sendiri adalah kita tidak pernah lepas dari kehidupan kita ini untuk ibadah atau tidak. Sementara jika kita mengandalkan kemampuan atau pikiran kita sangat terbatas berbeda jika mengkaitkan segala aktifitas dan kegiatan kita kepada Allah maka dia akan bernilai ibadah. Tidak semata-mata tujuan kita hanya mendapatkan uang sebagai contoh, tidak juga bertujuan mendapatkan keberuntungan tetapi yang kita kerjakan adalah semata-mata untuk beribadah karena Allah.

Jika seseorang makan umpamanya kemudian dalam makan itu dia mengingat Allah swt. Semoga dengan makan ini diberi kekuatan untuk beribadah kepada Allah maka makannya itu memiliki status ibadah. Di sinilah kemudian ayat Alquran yang saya bacakan di atas menentukan selalu dalam kehidupan kita ini dan menjadikan berkah kehidupan ini karena Allah berfirman, yang artinya:

“Barangsiapa berniat untuk mendapatkan akhirat (pekerjaan yang segalanya memenuhi akhirat) maka pada Allah kami akan menambahkan kelapangan pada pekerjaannya itu”

Menambahkan artinya cukup Allah melipatkan gandakan 10 kali kebaikan dalam pekerjaannya itu bahkan bisa sampai 700 kali Siapa yang dapat memberikan balasan sebaik itu kalau tidak Allah swt. “Barangsiapa menghendaki semata dunia, Saya akan memberikan yang sudah tentu Allah telah menentukan kadar rezekinya, jika ia sempit rezekinya maka ia akan sempit, jika sudah ditentukan lapang rezeki maka ia akan lapang rezekinya. Permasalahannya, sempit atau lapang rezeki bagi Allah tidak masalah, semuanya itu merupakan ujian, kalau toh ia lapang rezeki bukan berarti ia dimuliakan oleh Allah, bersyukur atau tidak jika ia lapang rezeki sementara yang diberi kesempitan rezeki, sabar atau tidak dengan hal tersebut. Lapang atau sempit rezeki tidak ada bedanya. Begitu juga, kaya atau miskin, sama saja. Karena itu sangat sayang jika kehidupan yang kita jalani tidak diniatkan untuk akhirat sama sekali. Sangat rugi.

Rasulullah saw. berkata “Barangsiapa akhirat itu menjadi tujuan niatnya maka hal-hal yang menjadi tujuannya akan dikumpulkan oleh Allah entah darimana jalannya, tahu-tahu datang dari sana dan sini”.

Subhanallah. Dan Allah menjadikan kaya hati di dalam hatinya, semuanya merasa cukup, jika mendapatkan uang sedikit cukup, mendapatkan banyak cukup, itulah jika tujuan akhirat menjadi tujuannnya. Tiba-tiba dunia datang dengan sendirinya, dunia mengejarnya karena niat akhiratnya itu. Sementara itu barang siapa tujuannya adalah dunia, maka Allah akan mengocar-ngacir. Terkadang yang dituju tidak dapat malahan berlari menjauh. Jika dapatpun maka hatinya tidak pernah puas. Betapa pun mendapatkan uang yang banyak. Padahal tidak datang urusan dunianya kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah swt. kepadanya. Jika kita melihat orang-orang sholeh, tidak pernah ngoyo, selalu mensyukuri, tidak pernah lepas dari Allah swt. ada atau tidak tetap bersyukur dan cukup. Sementara orang yang menjadikan siang jadi malam atau malam menjadi siang, kaki menjadi kepala, kepala menjadi kaki, toh tetap dapatnya segitu saja. Menjadikan hidup berkah ini sangat penting dan sangat terkait dengan niat yang kita pasang, niat yang kita gotong, niat menjadi salah jika kita wirid-an yang banyak agar dagangan kita laris. Aneh. Semestinya kita mencukupi dunia untuk kekuatan beribadah. Sholat dhuha, sholat tahajjud seumpama agar lancar rizki. Terbalik. Padahal sing dunaini dapat mengakhirati sementara yang akhirati ternyata duniani. Segala aktifitas yang kelihatan seperti dunia dapat menjadi aktifitas akhirat. Dan sebaliknya aktifitas yang kelihatan seperti akhirat ternyata bersifat dunia. Ini semua terletak pada niat awal yang dipasang. Niat yang dipasang di awal inilah yang harus di tata kembali. Keberkahan akan kita dapatkan jika meletakkan nait kita di awal sebagai ibadah.

Walaupun seseorang duduk di masjid, hendaknya dia tidak sembarang duduk, jika niat awal adalah itikaf, maka duduknya itu bernilai ibadah. Contoh lain, jika seseorang sikat gigi kemudian dia ingat Rasulullah selalu membawa sikat untuk mengosok gigi maka itu dapat bernilai ibadah dengan niat mengikuti sunnah Nabi.

Dalam satu kaidah di katakan
“Dengan niat yang baik dan tulus maka kegiatan sehari-hari itu dapat bernilai ibadah.”

Alangkah indahnya jika seluruh aktifitas kita sehari-hari bernilai ibadah dan kita akan mendapatkan ganjaran di akhirat dikarenakan karena setiap kebaikan akan bernilai 10 kali dan akan berlipat sesuai dengan janji Allah.

Kembali kepada firman Allah di atas mari kita pahami bersama dan menata kembali niat agar setiap aktifitas kita berkah dan diberkahi Allah swt.

[]

0 comments: