Pertanyaan:
Dalam
kesempatan kali ini saya mau bertanya sehubungan dengan adanya pendapat yang
saya kurang tahu dasar hukumnya, antara lain :
1. Mengenai batas penyerahan hewan
qurban kepada panitia kurban. Apakah sebelumnya/sesudah shalat Id atau masih
bisa dengan batas tiga hari? Mohon penjelasan serta dasarnya.
2. Apabila penyembelihan hewan
kurban tidak dilaksanakan oleh panitia kurban, melainkan dilakukan sendiri oleh
beberapa kelompok tertentu. Misalnya: satu RW biasanya ada panitia kurban yang
dipusatkan di Mushalla atau masjid. Jika ada yang menyembelih sendiri, misalnya
untuk satu RT, selain panitia qurban, apakah boleh ?
3. Sebenarnya berapa bagian yang
diterima oleh orang yang berqurban?
4. Bagaimana jika saat melakukan
puasa Daud bertepatan dengan hari dimana puasa diharamkan? Demikian masalah
yang saya sampaikan. Atas perhatian dan jawaban Al Mu’tashim saya sampaikan
terima kasih.
Indra Siswa Rini, Jl.
Manukan Krajan IV/40 Surabaya 60185
Jawaban:
Jumhur Ulama
berpendapat, waktu menyembelih hewan kurban adalah setelahnya shalat Id sampai
pada batas akhir tiga hari tasyriq. Jadi, tersedia waktu selama empat hari.
Sementara dahulu seorang sahabat bernama Abu Burdah menyembelih hewan kurbannya
sebelum shalat, dan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
dikatakan sah maka itu adalah aturan yang ditentukan padanya saja secara
khusus. Hal ini berdasarkan pada hadist:
مَنْ
ضَحَّى قَبْلَ الصَّلاَةِ فَاِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَاَصَابَ سُنَّةَ اْلمُسْلِمِيْنَ
"Barangsiapa
menyembelih kurban sebelum sholat, sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya
sendiri. Dan barangsiapa menyembelih setelah sholat maka telah sempurnalah
ibadahnya dan sesuai dengan sunnah orang-orang Islam". (HR. Muslim)
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ كُلُّهَاذَبْحٌ
"Hari-hari
Tasyriq seluruhnya adalah waktu untuk menyembelih qurban". (HR.Thobaroni, lihat Majmauz Zawaid Jilid II hlm.25)
Sedangkan
teknis penyembelihan hewan kurban, orang yang berqurban boleh melakukannya
sendiri. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah menyembelih hewan
qurbannya dengan tangan beliau sendiri. Boleh pula penyembelihannya diwakilkan
orang lain yang lebih ahli, sebagaimana beliau mengizinkan sahabat Ali bin Abi
Thalib untuk menyembelih hewan kurban beliau. Apabila penyembelihannya
diwakilkan kepada orang lain, maka dianjurkan kepada orang yang berkurban untuk
menyaksikan proses pelaksanaan penyembelihan. Sebagaimana perintah beliau
kepada putri beliau, Fathimah Azzahra’. Lihat Shahih Muslim Jilid VI hlm.78,
Majmu’ Jilid VIII hlm.405. dan Jam’ul fawaid min Jamiil Ushul jilid I hlm.203.
Mengenai
pembagian daging qurban, asal bukan qurban nadzar, maka orang yang berkurban
berhak mengambil sebagian daging kurban dan selebihnya disedekahkan kepada
fakir miskin. Sebagian Ulama berpendapat: Daging qurban didistribusikan menjadi
3 bagian; sepertiga dimakan (oleh orang berkurban), dan sepertiga lagi untuk
disimpan (oleh orang yang berkurban). Sementara Imam Syafi’i dalam qoul
Jadidnya berpendapat, sepertiga untuk dimakan dan dua pertiganya untuk
disedekahkan. Hal ini didasarkan pada Al Qur’an surat Al Hajj, ayat 28 dan
Hadist :
وَكُلُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَادَّخِرُوْا
Makanlah dan bersedekahlah dan
simpanlah.(HR. Abu Dawud)
Adanya hak
orang yang berkurban mengambil daging qurbannya demikian itu tidaklah
mengurangi nilai ibadah qurbannya. Oleh karena nilai berkurban telah terwujud
pada proses penumpahan darah hewan qurban. Perbuatan yang dilarang dalam hal
ini adalah menjual daging kurban atau memberikan upah berupa sebagian daging
kurban kepada orang yang diserahi menyembelih.( Lihat Fiqh Al Madzahib Al
Arba’ah jilid I hlm.723).
Berkaitan
dengan puasa daud yang teknisnya sehari berpuasa dan sehari berbuka maka hal
itu adalah dalil umum. Sementara keberadaan dalil umum diberi ketentuan (ditakhsis)
oleh nash-nash yang mengharamkan puasa pada hari-hari tertentu. Seperti pada
hari raya Idul Fitri, Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq (11, 12,
13 Dzukhijjah). Pada ketiga kesempatan itu, Ulama seluruhnya berijma’ akan
keharaman puasa didalamnya, baik puasa fardlu maupun puasa sunnah. Sedangkan
pada hari Syak (yakni tanggal 30 bulan Sya’ban) dimana diharamkan berpuasa bagi
mereka yang tidak punya kebiasaan berpuasa, maka bagi orang yang berpuasa daud
dipersilahkan berpuasa (Lihat Ahkamus Siyam 50).
Dari sini orang
yang berpuasa daud apabila hari puasanya bertepatan dengan hari-hari haram
berpuasa, maka hendaklah ia berbuka.
0 comments:
Post a Comment