Sebenarnya orang-orang Yahudi dan Nasrani telah mengerti
siapa Rasulillah sebenarnya. Sebab mereka telah menemukan karakteristik diri
Rasulillah seperti apa yang tertera di kitab mereka. Maka keengganan mereka
dalam mengikuti ajaran Rasulillah bukan sebab tiada tahu, akan tetapi sebab
penyakit kedengkian dan aniaya yang mereka idap. Bahkan sebenarnya, seperti
dalam ayat al Quran, mereka mengenal Rasulillah layaknya mengenal anak-anak
mereka sendiri.
“Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil)
mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri.
Sesungguhnya sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran padahal mereka
mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah :146)
Padahal dulu disaat Rasulillah sebelum hadir, orang-orang
itu seringkali menceritakan karakter Rasulullah kepada anak-anak mereka,
sehingga membuat anak-anak sampai begitu merindukan kehadiran Rasulillah.
Bahkan ada anak yang sampai enggan makan dan minum, hingga
membuatnya demam. Maka bapaknya berusaha mengobati anaknya dengan menjemurnya
dibawah terik matahari pagi. Disaat itu, ternyata datang seseorang, di
perhatikannya orang itu lamat-lamat, Akhirnya ia menemukan bahwa ia adalah
sosok yang berkarakter persis dengan yang selama ini diceritakan ayahnya.
Sehingga ia seketika berteriak kencang, “Ini Rasulullah!”.
Sosok itu memang adalah Rasulullah. Akan tetapi bapaknya
menimpali, “Bukan, bukan orang ini”. Anak tersebut tak percaya dengan kata-kata
bapaknya, ia langsung menyambut Rasul dengan menyerukan Syahadat, “Asyhadu an
lailaha illallah wa annaka Rasulullah!”. Tak lama selepas itu pada akhirnya
anak itu meninggal dunia. Ya, ia meninggal dunia dengan mengantongi iman yang
baru.
Ya, seseorang ketika mengidap penyakit dengki, ia akan terus
berusaha menghilangkan nikmat yang diperoleh orang lain. Sampai nikmat itu
betul-betul lenyap atau orang tersebut mati. Setiap kenikmatan akan
menghadirkan orang yang dengki. Kullu dzi nikmatin mahsud.
Selain itu, Yahudi memang pihak yang amat suka
menyembunyikan sebuah kebenaran, yang sebenarnya mereka telah ketahui
hakikatnya.
Dulu ada seorang laki-laki Yahudi yang zina dengan seorang
wanita. Mereka tidak meminta fatwa dari tokoh mereka justru ada yang
menyarankan,
“Kau pergilah ke Nabi ini, ia akan memberimu keringanan,
Jika ia memberikan fatwa dengan fatwa selain Rajam maka kita akan menerimanya,
sehingga hal ini bisa dijadikan hujjah kelak disisi Allah.”
Mereka orang Yahudi memang mengakui bahwa Rasulillah membawa
agama yang mudah, ringan, dan gampang. Tiada yang diberatkan. Namun bukan
berarti bisa digampang-gampangkan seenaknya sendiri.
Maka Rasulillah demi ditanya tentang hukum bagi keduanya,
beliau bertanya:
“Apa yang kau temukan di Taurat tentang hukum rajam?.”
“Tidak ada itu rajam, Kita menghukum pelaku zina dengan mengungkap
kejelekkan mereka dimuka umum dan mereka di jilid.” Jawab mereka.
“Kau dusta, disana ada yang menjelaskan tentang rajam,
datangkan Taurat dan buka!” kata Abdullah bin Salam, seorang Yahudi yang sudah
masuk Islam.
Mereka pun menghadirkan taurat, seorang dari mereka menaruh
tangannya pada ayat yang menjelaskan rajam, dan hanya membaca ayat sebelum dan
sesudah itu.
“Heh, singkirkan tanganmu!” kata Bin Salam.
Ia pun mengangkat tangannya, sungguh disana ada ayat yang
menjelaskan rajam.
Merekapun menyatakan: “Muhammad benar, disana ada ayat yang
memerintah rajam. Maka Rasulillah memerintah keduanya agar dirajam.
Ya, orang-orang Yahudi memang seringkali dengan entengnya
merubah ayat-ayat di dalam taurat demi mendapatkan segepok uang. Hal ini mirip
dengan apa yang dilakukan oleh oknum dai yang justru ada di pintu-pintu neraka,
merekalah dai yang hobi menjual ayat-ayat Allah demi mendapatkan segepok uang
dan kenikmatan dunia yang lain. Merubah hukum-hukum Allah untuk ditukar dengan
dunia.
Dulu seorang Maiz bin Malik tetiba datang menemui
Rasulillah. Ia adalah seorang yang pendek dan berotot, datang tanpa mengenakan
surban. Ia sekonyong-konyong mengakui, bersaksi empat kali untuk dirinya
sendiri, bahwa ia pernah berzina. Rasulillah menanggapi: “Ah kau barangkali
cuma mencumbuinya atau cuma bermain mata dengannya, atau sekedar memandang
wajahnya?”
“Tidak, demi Allah aku zina ya Rasulallah!”
Maka Rasulullah memerintah untuk merajamnya.
Kadang memang kita tiada menyukai sebuah hal, akan tetapi
ternyata itulah yang baik bagi kita. Dan sebaliknya kadang kita suka dengan
sebuah hal, namun Allah justru memberi hal lain yang tiada kita suka. Akan
tetapi ternyata itulah yang terbaik bagi kita. Kita akan menemukan hikmah di setiap
kejadian sebab Allah memberi apa yang baik bagi kita bukan yang kita inginkan.
Wallahu ta'ala a'lam.
0 comments:
Post a Comment