Pertanyaan
a) Apakah seseorang yang meninggal dengan meninggalkan harta warisan, kemudian harta itu tidak dibagi dengan adil sesuai hukum waris Islam, kelak di akhirat masih diadili karena tidak adil?
b) Bagaimana cara pembagian harta waris jika berupa tanah?apakah harus dikurs dahulu dengan uang, mengingat harga tanah di surabaya dan di daerah tidak sama? Jika demikian, berapa bagian untuk anak laki–laki dan berapa bagian untuk anak perempuan? Ada yang menyatakan jika dikurs dengan uang maka pasti terjadi piutang antar sesama saudara. Benarkah ini?
Imiana M, Surabaya
Jawaban
a. Setelah dipastikan meninggal dunia, maka ada lima hak yang harus ditunaikan secara berurut (Murottabah) yang berhubungan dengan harta peninggalan (Tirkah) Mayyit; 1) Mengeluarkan hak yang berhubungan dengan harta secara langsung seperti Zakat, Jinayat dan Gadai, 2) Biaya lumrah pengurusan jenazah, 3) Hutang–hutang kepada Allah seperti Haji bagi yang mampu atau hutang kepada sesama manusia, 4) Wasiat kepada selain ahli waris dalam batas tidak lebih dari sepertiga (Tsuluts) harta tinggalan, dan 5) warisan secara adil.
Kelima hal tersebut menjadi kewajiban ahli waris untuk menunaikannya. Jadi mereka tidak diperbolehkan langsung begitu saja membagi harta peninggalan sebelum menjalani proses demi proses. Atau sudah menjalankan proses tersebut secara berurutan tetapi pada endingnya yaitu pada masalah pembagian harta warisan mereka berbuat tidak adil maka sungguh di sini Mayyit sama sekali tidak mendapatkan dosa. Ingatlah firman Alloh, “...seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain...” QS. al An’aam: 164.
b. Dalam masalah Warisan, Islam memiliki satu standar baku bahwa Bagian laki–laki adalah dua kali lipat bagian perempuan, firman Allah SWT: “Allah mewasiatkan bagi kalian (tentang pembagian pusaka untuk) anak – anak kalian Yaitu: Bagian seorang anak laki–laki sama dengan bagian dua anak perempuan...” QS an Nisa’: 11. artinya wasiat Alloh adalah penekanan agar harta warisan dibagi seadil–adilnya sesuai dengan ketentuan Syara’. Para ahli waris harus menerima hak mereka sesuai dengan bagian yang ditentukan oleh Syara’ untuk mereka. Berangkat dari sinilah kemudian studi ilmu Faro’idh memunculkan satu teori pasti yang berbunyi, “Tirkah dibagi asal masalah kemudian dikalikan Siham “. Dibagi dan dikalikan tentunya sudah ada kejelasan berapa jumlah total Tirkah yang itu berarti jika dari Tirkah ada yang berupa benda atau tanah maka harus diperkirakan berapa harganya. Tentu hal ini sesuai dengan kesepakatan para ahli waris.[]
a) Apakah seseorang yang meninggal dengan meninggalkan harta warisan, kemudian harta itu tidak dibagi dengan adil sesuai hukum waris Islam, kelak di akhirat masih diadili karena tidak adil?
b) Bagaimana cara pembagian harta waris jika berupa tanah?apakah harus dikurs dahulu dengan uang, mengingat harga tanah di surabaya dan di daerah tidak sama? Jika demikian, berapa bagian untuk anak laki–laki dan berapa bagian untuk anak perempuan? Ada yang menyatakan jika dikurs dengan uang maka pasti terjadi piutang antar sesama saudara. Benarkah ini?
Imiana M, Surabaya
Jawaban
a. Setelah dipastikan meninggal dunia, maka ada lima hak yang harus ditunaikan secara berurut (Murottabah) yang berhubungan dengan harta peninggalan (Tirkah) Mayyit; 1) Mengeluarkan hak yang berhubungan dengan harta secara langsung seperti Zakat, Jinayat dan Gadai, 2) Biaya lumrah pengurusan jenazah, 3) Hutang–hutang kepada Allah seperti Haji bagi yang mampu atau hutang kepada sesama manusia, 4) Wasiat kepada selain ahli waris dalam batas tidak lebih dari sepertiga (Tsuluts) harta tinggalan, dan 5) warisan secara adil.
Kelima hal tersebut menjadi kewajiban ahli waris untuk menunaikannya. Jadi mereka tidak diperbolehkan langsung begitu saja membagi harta peninggalan sebelum menjalani proses demi proses. Atau sudah menjalankan proses tersebut secara berurutan tetapi pada endingnya yaitu pada masalah pembagian harta warisan mereka berbuat tidak adil maka sungguh di sini Mayyit sama sekali tidak mendapatkan dosa. Ingatlah firman Alloh, “...seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain...” QS. al An’aam: 164.
b. Dalam masalah Warisan, Islam memiliki satu standar baku bahwa Bagian laki–laki adalah dua kali lipat bagian perempuan, firman Allah SWT: “Allah mewasiatkan bagi kalian (tentang pembagian pusaka untuk) anak – anak kalian Yaitu: Bagian seorang anak laki–laki sama dengan bagian dua anak perempuan...” QS an Nisa’: 11. artinya wasiat Alloh adalah penekanan agar harta warisan dibagi seadil–adilnya sesuai dengan ketentuan Syara’. Para ahli waris harus menerima hak mereka sesuai dengan bagian yang ditentukan oleh Syara’ untuk mereka. Berangkat dari sinilah kemudian studi ilmu Faro’idh memunculkan satu teori pasti yang berbunyi, “Tirkah dibagi asal masalah kemudian dikalikan Siham “. Dibagi dan dikalikan tentunya sudah ada kejelasan berapa jumlah total Tirkah yang itu berarti jika dari Tirkah ada yang berupa benda atau tanah maka harus diperkirakan berapa harganya. Tentu hal ini sesuai dengan kesepakatan para ahli waris.[]