Mar 23, 2015

Mar 22, 2015

Bahaya dan Fitnah Para Preman Aqidah

Kekhawatiran Nabi Saw akan:

Bahaya dan Fitnah Para Preman Aqidah

Dari Abu Dzar ra bahwasanya Rosululloh Saw bersabda:

غَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُ عَلَي أُمَّتِيْ  مِنَ الدَّجَّالِ : اْلأَئِـمَّةُ الْمُضِلُّوْنَ

“Selain Dajjal, lebih menakutkan (lebih berbahaya) atas umatku daripada Dajjal, mereka adalah para pemimpin menyesatkan”

Takhrij Hadits

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad dengan Sanad yang baik (Jayyid). Hadits ini juga dikuatkan oleh hadits riwayat Imam Muslim yang artinya: “Selain Dajjal lebih mengkhawatirkan diriku atas kalian; sebab jika Dajjal keluar dan aku berada di antara kalian maka akulah pembela kalian, dan bila Dajjal keluar saat aku tidak berada di antara kalian maka seseorang menjadi pembela diri sendiri, sementara Alloh adalah Kholifahku atas seluruh orang islam”. Juga diperkuat oleh hadits riwayat Imam Turmudzi:

غَيْرُ الدَّجاَّلِ أََخْوَفُ لِيْ عَلَيْكُمْ
“Selain Dajjal lebih mengkhawatirkanku atas kalian”

Uraian Hadits

Salah satu sifat yang melekat pada diri Rosululloh Saw adalah: “Telah datang kepada kalian seorang utusan…terasa berat olehnya penderitaan kalian…”QS at Taubah: 128. Perwujudan sifat ini bisa dilihat dari berbagai kekhawatiran yang pernah Beliau ungkapkan atas umat ini, antara lain Beliau  Saw pernah bersabda: “…demi Alloh, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian, tetapi aku khawatir dunia dilapangkan atas kalian seperti telah dilapangkan atas orang – orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba – lomba seperti juga mereka berlomba – lomba hingga akhirnya dunia menghancurkan kalian seperti juga telah menghancurkan mereka“Muttafaq Alaih,   “Hal yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah Syirik kecil”, para sahabat bertanya: Apakah itu Syirik kecil (Syirik Ashghor)? Nabi Saw menjawab: “Pamer, …”HR Ahmad.

Dajjal berasal dari kata Dajl yang maknanya menutup, dinamakan Dajjal karena menutup kebenaran dengan kebatilan. Abu Umamah al Bahili ra berkisah bahwa Rosululloh Saw pernah berkhutbah: “Sesungguhnya tiada fitnah di bumi,  sejak Alloh menciptakan anak keturunan Adam, lebih besar daripada fitnah Dajjal, sesungguhnya Alloh tak mengutus seorang Nabi kecuali pasti dia (Nabi itu) memperingatkan umatnya akan Dajjal. Aku adalah Nabi terakhir, dan kalian adalah umat terakhir, (karena itu) ia (Dajjal) pasti keluar di antara kalian…wahai para hamba Alloh, tabahkanlah diri kalian! Sesungguhnya aku akan menyebutkan kepada kalian ciri – cirinya yang belum pernah disebutkan oleh Nabi siapapun sebelumku. Dia (Dajjal) berkata: “Aku adalah Nabi” padahal tak ada nabi lagi setelahku. Dia lalu mengatakan: “Aku adalah Tuhan kalian” padahal kalian tak akan pernah melihat Tuhan sebelum kalian mati. Dia bermata juling, padahal Tuhan kalian tidak juling. Di dahinya tertulis “Kafir” dan bisa dibaca oleh orang yang bisa menulis serta orang yang tidak bisa menulis.  ”HR Ibnu Majah.

Hebat dan dahsyatnya fitnah Dajjal ternyata oleh Rosululloh Saw tidak lebih mengkhawatirkan daripada fitnah para tokoh sesat yang memiliki banyak pengagum dan pengikut. Hal ini bisa dimaklumi, sebab fitnah Dajjal sudah jelas kesesatan dan keburukannya, maka ada upaya untuk menghindari. Kondisi ini berbeda dengan para tokoh panutan yang sesat, keyakinan dan segala prilaku sesat mereka akan dengan mudah menjalar kepada para loyalisnya. Sebab para loyalis menganggap semua yang dilakukan oleh tokoh pujaan adalah kebenaran dan paling sesuai dengan akal. Dewasa ini sebuah fenomena menyedihkan sering terjadi di sekitar kita, para tokoh sesat ternyata banyak bermunculan dengan aneka ragam formalitas; ada yang bersembunyi di balik baju Intelektual, Jama’ah kebatinan dll. Situasi ini diperparah dengan keberadaan media – media yang menyokong dan menyebar luaskan ajaran – ajaran sesat mereka. Intinya media berusaha menciptakan dan membangun opini bahwa apa yang dilakukan oleh para tokoh sesat tersebut tidak salah dan sangat sesuai dengan masa sekarang. Akhirnya dapat kita saksikan para tokoh sesat tersebut seringkali nongol di media dengan berbagai macam ulasan dan tulisan yang intinya sama, yaitu berusaha menyebar luaskan kesesatan yang mereka anggap sebagai sebuah kebenaran. Akhirnya terjadilah sebuah realitas seperti digambarkan oleh Syekh Muhammad Nur Syah al Kasymiri: “Para penyeru kesesatan, betapa banyak kesesatan, betapa banyak para penyeru kesesatan dan betapa banyak pula orang – orang yang mengikuti mereka”.

Para tokoh sesat dan menyesatkan tersebut, memang sangat layak mendapat kekhawatiran secara berlebih dari Rosululloh Saw, sebab dari merekalah banyak muncul kekafiran dan kemaksiatan dalam bentuk – bentuk yang sangat halus serta tidak terasa. Ajakan untuk mengakui kebenaran agama lain dan penolakan atas tindakan tegas terhadap penyimpangan agama adalah sebuah bentuk pendangkalan Aqidah dan peleburan sebuah keyakinan. Selain mengkaburkan Aqidah umat, para tokoh sesat tersebut juga melakukan tindakan penelanjangan syariat dengan menerima sebagian syariat serta menolak sebagian yang lain dengan menyatakan itu bukan bagian syariat, tetapi budaya Arab, atau syariat itu sudah tidak sesuai diterapkan pada masa kini. Rasanya sangat pantas dan seharusnya ada kata sepakat bagi kita untuk mengatakan bahwa para tokoh sesat itu adalah para Preman Aqidah, merekalah setan – setan dalam bentuk manusia, “Katakanlah aku berlindung kepada Tuhan manusia, …dari gangguan setan… berupa Jin dan manusia”QS an Naas: 1 – 6.

Sebagai seorang beriman yang memiliki kecemburuan terhadap agamanya, sudah selayaknya kita mengambil tindakan terhadap para Preman Aqidah tersebut, upaya dialogis sama sekali tak akan memberikan hasil, hanya ada satu pilihan yaitu bertindak tegas dan represif. Ingat mereka tak akan pernah menerima nasehat atau koreksi dari orang lain karena akal dan hati mereka telah tercuci. Dalam kesesatan itu mereka senantiasa dan terus berkata kami berada dalam kebenaran dan kami memperjuangkan kebenaran. Mereka inilah orang yang termaksud dalam firman Alloh:

قُلْ هَلْ نُنَـِّبئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِيْنَ أَعْمَالاً  , أَلَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُـهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepada kalian tentang orang – orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang – orang yang telah sesat perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik – baiknya”QS al Kahfi: 103 – 104.

Para Preman Aqidah itu tak akan pernah bertaubat, mereka tak bisa lagi diharapkan untuk bertaubat, sebab taubat berangkat dari sebuah kesadaran dan penyesalan. Sedang mereka tak akan pernah sadar, karena mereka tidak pernah merasa tertidur atau pingsan, meski sebenarnya mereka telah mati hati, sedang kesempatan taubat telah lewat setelah mati. Merekalah para pelaku perbuatan Bid’ah  yang telah mendapat hukuman dari Alloh Swt sebagaimana dijelaskan oleh Rosululloh Saw:

إِنَّ اللهَ حَجَرَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ

“Sesungguhnya Alloh menghalangi taubat dari setiap pelaku Bid’ah”HR Baihaqi.

Karena inilah, setan dalam rangka menyesatkan manusia meletakkan perbuatan Bid’ah pada urutan kedua setelah kekafiran dalam jajaran target yang harus dicapai. Supaya selamat dalam beragama serta tidak hanyut terbawa oleh arus Bid’ah, seseorang disarankan untuk dekat dengan para ulama yang mengenal dan meneladani Sunnah Nabi Muhammad Saw. Seseorang diharapkan mengambil dan menimba ilmu dari para guru yang jelas Sanad keilmuannya. Ibnul Mubarok berkata: “Sanad itu bagian dari agama maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat dari mana dia mengambil agamanya”. Ibnu Syaudzab seperti dilansir oleh Ibnul Jauzi dalam Talbiis Iblis berkata: “ Sesungguhnya termasuk nikmat Alloh kepada seseorang adalah apabila dia bisa berada dekat dengan pelaku Sunnah (Shohib Sunnah)  hingga dia terus mendapat dorongan menjalankan Sunnah”.

Kondisi para pelaku Bid’ah yang sudah tidak bisa diharapkan lagi untuk bisa bertaubat tersebut, sama dengan yang dialami oleh manusia – manusia yang teguh dengan kekafiran mereka. Mereka tidak bertaubat bukan karena tidak mengerti dan menyadari kesalahan mereka, serta bukan pula karena tidak mengerti kebenaran Islam, tetapi karena memang mereka telah mendapat laknat dari Alloh Swt, hingga hati mereka pun terkunci mati. Firman Alloh:
وَقَالُوْا قُلُوْبُنَا غُلْفٌ , بَلْ لَعَنَهُمُ اللهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيْلاً مَّا يُؤْمِنُوْنَ


“Mereka (Yahudi) berkata (kepada Rosululloh Saw): “Hati kami tertutup” tetapi sebenarnya Alloh telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka beriman” QS al Baqoroh: 88

Mar 6, 2015

Mar 3, 2015

Meninggalkan Sholat Melawan Aturan Alam



بسم الله الرحمن الرحيم
تَرْكُ الصَّلَاةِ مُخَالَفَةٌ لِنِظَامِ الْكَوْنِ
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى:
1.[تُسَبِّحُ لَهُ السَّمواتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلكِنْ لَا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا][1]
2. [وَلِلّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّموَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ][2]

تُبَيِّنُ هَاتَانِ الْآيَتَانِ أَنَّ الْكَوْنَ كُلَّهُ بِأَجْزَائِهِ دَائِمُ الصَّلَاةِ للهِ تَعَالى بِدَوَامِ وُجُوْدِهِ لَا يَنْفَكُّ عَنِ الصَّلَاةِ طَرْفَةَ عَيْنٍ فَإِنَّهُ فِى مَقَامِ الْعُبُوْدِيَّةِ للهِ تَعَالَى فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ. فَمَنْ حَقَّقَ النَّظَرَ رَأَي الْكَوْنَ كُلَّهُ بَاطِنًا وَظَاهِرًا مُصَلِّيًا. إِذَنْ مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ فَقَدْ خَالَفَ الْخَلِيْقَةَ كُلَّهَا وَأَخَلَّ بِنِظَامِ الْكَوْنِ وَكَفَي بِمَا وَعَدَ اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَوَرَدَ الْأَمْرُ بِقَتْلِهِ لِذلِكَ وَكَمَا وَرَدَ أَنَّهُ يُحْشَرُ مَعَ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُوْدِهِمَا مِنَ الْمُتَكَبِّرِيْنَ عَنْ عِبَادَةِ اللهِ تَعَالى. قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :(مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ مُتَعَمِّدًا فَقَدْ كَفَرَ جِهَارًارواه أبو داود الطيالسي عن أنس (انظر الجامع الصغير رقم 8578).
اخْتُلِفَ فِى مَعْني هذَا الْحَدِيْثِ عَلَى أَقْوَالٍ كَمَا يَلِيْ:
1-           اسْتَوْجَبَ عُقُوْبَةَ مَنْ كَفَرَ
2-           قَارَبَ أَنْ يَنْخَلِعَ عَنِ الْإِيْمَانِ بِانْحِلَالِ عُرْوَتِهِ وَسُقُوْطِ عِمَادِهِ كَمَا يُقَالُ لِمَنْ قَارَبَ الْبَلَدَ أَنَّهُ بَلَغَهَا
3-           فَعَلَ فِعْلَ الْكُفَّارِ وَتَشَبَّهَ بِهِمْ لِأَنَّهُمْ لَا يُصَلُّوْنَ
4-           قَدْ سَتَرَ تِلْكَ الْأَقْوَالَ وَالْأَفْعَالَ الْمَخْصُوْصَةَ الَّتِي كَلَّفَهَا اللهُ بِـَأَنْ يُبْدِيَهَا[3]
وَتَظْهَرُ هذِهِ الْأَقْوَالُ الْمُخْتَلِفَةُ لِمَا قَدْ يُرْجَي لَهُ الشَّفَاعَةُ   مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقَائِلِ:
(شَفَاعَتِيْ لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِيْ)[4](أَتَانِيْ آتٍ مِنْ عِنْدِ رَبِّيْ فَخَيَّرَنِيْ بَيْنَ أَنْ يُدْخَلَ نِصْفُ أُمَّتِيْ الْجَنَّةَ وَبَيْنَ الشَّفَاعَةِ فَاخْتَرْتُ الشَّفَاعَةَ وَهِيَ لِمَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا)[5]
وَمَنْ أَدَّي الصَّلَاةَ فَقَدْ أَدَّي مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ فِى قَوْلِهِ [أَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِيْ][6]وَمَنْ ذَكَرَهُ ذَكَرَهُ تَعَالَى فِى نَفْسِهِ وَذِكْرُهُ تَعَالَى لِلْعَبْدِ أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ مَا يَتَقَرَّبُ بهِ الْعَبْدُ إِلَي رَبِّه حَتَّي لَا يَنْظُرَ إِلَى عَمَلِهِ عَلَى قَوْلِ مَنْ فَسَّرَ قَوْلَهُ تَعَالَى [وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ][7] بِهذَا التَّفْسِيْرِ.
نَعَمْ, هُنَاكَ فَرْقٌ بَيْنَ مَنْ صَلَّى صَلَاتَهُ عَلَى صُوْرَتِهِ الظَّاهِرَةِ وَبَيْنَ مَنْ صَلَّى صَلَاتَهُ عَلَى صُوْرَتِهِ الْبَاطِنَةِ فَالثَّانِي فَقَدْ صَلَّى بِجَسَدِهِ وَقَلْبِهِ وَرُوْحِهِ وَعَقْلِهِ وَوَجبَتْ لَهُ الْكَرَامَةُ عَلَيْهَا. وَمَنْ لَمْ يَكُنْ كَذلِكَ فَهُوَ تَحْتَ مَشِيْئَتِهِ وَكُتِبَ لَهُ مَا عَقَلَ مِنْهَا فَقَطْ.
فَنَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ وَنَسْأَلُهُ الْعَفْوَ إِنَّهُ كَرِيْمٌ حَلِيْمٌ.
=والله يتولي الجميع برعايته=



Meninggalkan Shalat
Melawan Aturan Alam

Allah tabaraka wata’ala berfirman:
1.      “Tujuh langit dan bumi, dan apa-apa yang ada di dalamnya senantiasa bertasbih (mensucikan) Allah. Dan tiada sesuatu apapun kecuali bertasbih dengan memujiNya tetapi kalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Bijaksana Maha Pengampun”[8]
2.      “Dan hanya kepada Allah, seluruh orang yang ada di langit dan bumi serta bayang-bayang mereka  bersujud karena ketaatan atau keterpaksaan pada waktu pagi dan petang hari”[9]

Dua ayat di atas memberikan penjelasan bahwa alam keseluruhan dan bagian-bagiannya, selama mereka ada, senantiasa melakukan shalat kepada Allah. Ia tidak pernah melepaskan diri dari shalat meski hanya sekejap, karena sesungguhnya ia berada di maqam ubudiyyah kepada Allah dalam setiap waktu dan masa.

Barang siapa yang melakukan pengamatan secara mendalam pasti menyaksikan bahwa secara zhahir dan bathin alam seluruhnya dalam keadaan sedang melakukan shalat. Jika demikian halnya, maka barang siapa meninggalkan shalat berarti sungguh dirinya telah melawan arus seluruh makhluk dan menciderai aturan alam. Dan kiranya cukup ancaman Allah atas dirinya. Ada perintah agar ia dibunuh karena hal itu. Dan juga ada penjelasan bahwa kelak dia akan dikumpulkan bersama Fir’aun dan Haman serta bala tentara keduanya sebagai termasuk orang-orang sombong yang tidak mau beribadah kepada Allah. Rasulullah Saw bersabda:
“Barang siapa meninggalkan shalat secara sengaja maka sungguh ia telah kafir secara terang-terangan” (HR Abu Dawud at Thayalisi dari Anas ra. Lihat al Jami’ as shaghirnomer 8578)

Berikut ini adalah beberapa pendapat berbeda tentang makna hadits ini:
1.      Ia berhak mendapatkan hukuman seperti orang yang telah kafir
2.      Hampir saja ia tercabut dari keimanan karena talinya telah terlepas dan tiangnya telah roboh sebagaimana dikatakan bagi orang yang berada dekat dengan suatu daerah bahwa dirinya telah sampai di daerah tersebut
3.      Ia telah melakukan prilaku yang sama dengan prilaku orang-orang kafir serta menyerupai mereka karena mereka tidak melakukan shalat
4.      Sungguh ia telah menutupi ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang terkhusus(dalam ibadah shalat) dan telah dibebankan oleh Allah kepada mereka agar ditampakkan[10]

Pendapat-pendapat berbeda ini muncul karena memang masih bisa diharapkan ia mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad Saw yang telah bersabda:
“Syafaatku untuk para pelaku dosa-dosa besar dari umatku”[11] “Seorang yang datang dari sisi Tuhanku (malaikat selain Jibril) mendatangiku lalu menawarkan pilihan kepadaku antara separuh umatku dimasukkan surga atau syafaat, maka aku memilih syafaat. Dan syafaat itu adalah bagi orang yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun”[12]

Barang siapa menjalankan shalat maka sungguh telah menjalankan perintah Allah seperti dalam firmanNya: “Dan shalatlah untuk mengingatKu[13] dan barang siapa mengingat Allah maka Allah ta’ala mengingatnya dalam diriNya. Dan ingatan Allahta’ala kepada seorang hamba (ketika Allah menyebut seorang hamba) adalah lebih besar daripada seluruh hal yang dijadikan sarana hamba mendekatkan diri kepada Tuhannya sehingga ia tidak melihat lagi amalnya. (ini berdasarkan) pada pendapat orang yang menafsirkan firman Allah, “…dan sungguh dzikir Allah itu lebih besar”[14]dengan tafsiran seperti ini.

Perlu dimengerti bahwa ada perbedaan antara orang yang menjalankan shalat dalam bentuk zhahir dan orang yang menjalankan shalatnya dalam bentuk batin. Orang yang kedua telah menjalankan shalat dengan tubuh, hati, ruh dan akalnya sehingga ia berhak mendapatkan kemuliaan. Dan barang siapa tidak seperti demikian, maka ia berada dalam kehendakNya dan (masih) ditulis baginya apa yang ia ingat dari shalatnya saja. Marilah memohon ampunan kepada Allah Dzat Maha Agung dan memohon maaf kepadaNya. Sungguh Dia Maha Pemurah Maha Bijaksana.
=والله يتولي الجميع برعايته=




[1] الإسراء:44
[2] الرعد:15
[3] راجع ( فيض القدير 6/102)
[4] رواه الإمام الترمذي رقم 2553
[5] رواه الإمام الترمذي رقم 2558
[6] طه:14
[7] العنكبوت:45
[8]QS al Isra’:44
[9]QS ar Ra’ad:15
[10]Silahkan merujuk kepada Faedhul Qadir 6/102
[11]HR Imam Turmudzi no:2553
[12]HR Imam Turmudzi no: 2558
[13]QS Thaha:14
[14]QS al Ankabut:45