Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya menabung di sebuah bank konvensional. Saat ini saya
menabung di bank tersebut karena pelayanannya yang baik dan jaringannya luas.
Untuk informasi, di Semarang juga ada bank Muamalat, tapi jaringannya belum
banyak sehingga menyulitkan saya. Sekali lagi saya menanyakan apakah berdosa
kalau saya menabung dengan niatan mempermudah menabung dan mengambil uang?
Anton Wahyu Nugroho, ST, Jl. Dr. Wahidin No. 61 Semarang 50253
Jawaban:
Kaitan diperbolehkannya berhubungan dengan perkara yang haram menurut
syariat Islam ialah karena alasan darurat (terpaksa yakni kalau tidak
berhubungan dengan barang haram maka akan mati), atau setidak-tidaknya ialah
karena alasan hajat (keperluan yang sangat). Alasan darurat untuk berhubungan
dengan institusi perbankan saat ini kiranya tidak ada, karena masih ada bank
Muamalat, bank Syariah, dan sebagainya. Para ulama berpendapat boleh menyimpan
uang di bank konvensional karena alasan keamanan. Alasan ini dapat
dikategorikan hajat. Jika kemudian alasannya lebih rendah daripada hajat,
misalnya untuk kemanfaatan tertentu (mengambil keuntungan dari bunga bank), ini
dilarang keras dalam syariat Islam. Mari direnungkan firman Allah Subhanahu
wata’ala berikut ini:
يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَءَامَنُوااتَّقُوااللهَ وَذَرُوامَابَقِىمِنَ الرِّبَاإِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ – فَإِنْ لَمْ تَفْعَلَوْا فَأْدُنُوْا بِحَرْبٍ
مِنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رَءُ وسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَتُظْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, takutlah kamu kepada Allah, dan
tinggalkanlah sisa-sisa riba itu jika kamu orang beriman. Apabila kamu tidak
mengindahkan (tidak menghentikan), ketahuilah Allah dan Rasul-Nya memaklumkan
perang kepadamu, dan jika kamu bertaubat (berhenti), maka bagimu pokok
hartamu, kamu tidak berbuat aniaya, dan juga kamu tidak dianiaya". (Q.S. Al
Baqoroh: 278-279)
Jika alasan berhubungan dengan bank konvensional adalah
hajat, maka keuntungan dari bank (bunga) tidak boleh diambil, karena harta
haram. Jalan keluarnya bunga itu menurut Imam Al Ghozali dipakai untuk
kemaslahatan umum (Ihya’ Ulumiddin, II/129), sedang menurut Imam Abu
Hanifah diberikan kepada fakir miskin (Bulughul Marom, hadits nomor 695
hal. 136). []
0 comments:
Post a Comment