Pertanyaan:
1.
Semua amal kebaikan itu dinilai dari niatnya,
lalu bagaimana ketika kita sedang melakukan sesuatu yang sudah diniati ikhlas
karena Allah ta’ala, tiba-tiba terbersit rasa ingin pamer atau ingin dipuji
seseorang?
2.
Bagaimana hukum perempuan yang memakai baju
ketat meski itu sudah dibilang menutup aurat?
3.
Saya pernah diberitahu oleh seorang teman
bahwa ada yang disebut puasa neptu (orang jawa menyebutnya demikian). Benarkah
itu ada, dan kaitannya dengan ada atau tidak ada, apa dasar hukumnya?.
Jajang Mahendra.
E-mail: vijay_171001@XXXX
Jawaban:
Saudara Jajang yang
berbahagia. Pamer atau ingin dipuji manusia yang disebut dengan riya’, dalam
hal amal kebaikan (ibadah), termasuk perbuatan yang tercela (haram), karena
ibadah sepatutnya hanya dipersembahkan kepada Allah swt secara ikhlas
karena-Nya semata. Ibadah menjadi bagian total dan keniscayaan pengabdian
terhadap-Nya. Firman Allah swt:
وَمَا اُمِرُوا اِلاَّ لِيَعْبُدُوا
اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدّينَ حُنَفَاء
Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah
kepada Allah, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama
dengan lurus.
(Q.S. Al-Bayyinah: 5)
Riya’ termasuk perbuatan
yang bisa menghapus pahala beramal (al-muhlikat). Orang yang sholat misalnya
atas dasar riya’, maka pahala ibadah itu terhapus. Mengenai total atau tidaknya
amal yang terhapus oleh riya’, Imam Ibnu Qudamah memberikan klasifikasi.
Pertama, bila riya’ dilakukan dalam asal (pangkal) ibadah, misalnya tidak
pernah sholat, lalu karena ingin dipuji, dia sholat, maka dalam hal ini riya’
menghapus pahala amal secara total. Nilai dari ibadah itu menjadi nol. Riya’
semacam ini disebut dengan riya’ jali (riya’ secara terang-terangan).
Kedua, bila riya’ dilakukan dalam sifat-sifat ibadah, misalnya seseorang biasa
menjalankan sholat, namun begitu dilihat orang, dia panjangkan ruku’ dan
sujudnya. Termasuk juga beribadah dengan niat ikhlas, tiba-tiba di tengah-tengah
terbersit rasa ingin pamer. Riya’ ini juga menghapus amal namun tidak secara
total. Riya’ semacam ini dikenal dengan nama riya’ khofi (riya’ yang
bersifat samar).
Dahulu, riya’ dalam
hal ibadah merupakan karakter orang-orang yang memiliki sifat nifaq (munafiq).
Mereka tidak melakukan ibadah kecuali dengan tujuan riya’. Sementara umat Islam
yang taat, mereka tidak beribadah
kecuali untuk dipersembahkan kepada Allah swt. Hanya saja, bagi kaum muslimin
kebanyakan, campuran (ilfiltrasi) riya’ kerap turut menyusup dalam praktek
ibadah mereka, khususnya riya’ khofi.
Kalangan kaum muslimin yang ibadahnya tidak terpolusi oleh riya’ sama
sekali adalah orang-orang yang disebut dengan ash-shiddiqun (orang-orang
yang berperilaku jujur dan benar). Kita sebaiknya berusaha menteladani perilaku
jujur dan benar kalangan ash-shiddiqun tersebut.
Bila riya’ dilakukan
dalam hal selain ibadah, misalnya penampilan dan jabatan, menurut Imam Ibnu
Qudamah, perilaku ini tidak serta merta disifati haram (laa yuushafu bit
tahrim).
Mengenai wanita
berpakaian ketat, yang menampakkan lekuk tubuhnya, meskipun itu telah menutup
aurat, hukumnya menurut syariat Islam adalah terlarang, karena termasuk bagian
dari tabarruj. Allah swt berfirman:
وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُوْلَى
Dan
janganlah kamu (para wanita) melakukan tabarruj seperti tabarrujnya orang-orang
jahiliyah yang dahulu. (Q.S. Al-Ahzaab: 33)
Tabarruj
asalnya bermakna mempertontonkan hiasan dan kecantikan kepada orang lain.
Qotadah mengatakan, tabarruj adalah langkah wanita berjalan genit. Ibnu Abi
Najih mengatakan, tabarruj ialah ketika wanita memakai wangi-wangian semerbak
baunya (di luar rumah, untuk orang lain). Sedang Al-Farra’ mengatakan, tabarruj
ialah memakai pakaian yang tipis (ketat) yang mengilustrasikan lekuk tubuh
wanita. (Ahkamun
Nisaa’, Ibnul Jauzi: 122)
Soal puasa neptu. Puasa adalah
ibadah mahdoh, ibadah murni yang aturannya ditetapkan oleh Allah swt dan
Rasulullah saw. Aturannya bersifat absolut. Dalam hal puasa fardlu, Allah swt
berfirman:
يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah: 183)
0 comments:
Post a Comment