oleh | K.H. M. Ihya' Ulumiddin
Tausiah Vol XVI Edisi 164
Tausiah Vol XVI Edisi 164
Ahad, 4 Robiul Awwal 1435 / 5 Januari 2014
Alloh tabaaraka
wata’ala berfirman:
“Katakanlah: Inilah jalan (dakwahku), aku senantiasa menyeru kepada
Alloh, dan (sungguh) diriku dan orang yang mengikuti (benar-benar) berada di
atas petunjuk (hujjah yang kuat). Maha Suci Alloh, dan tiadalah aku termasuk
orang-orang yang menyekutukan.” QS. Yusuf: 108.
Sesungguhnya agama kita adalah agama yang lurus dan jalan terang yang
dakwahnya berlandaskan pada dalil serta berdiri di atas hujjah. Karena
inilah agama kita menyeru pada perenungan akan ciptaan Alloh di mana segala
sesuatu (sekecil apapun) pasti di dalamnya terkandung sekian hikmah, banyak
rahasia, dalil-dalil dan pertanda. Sebaliknya agama kita mencela perilaku
mengekor begitu saja (taklid buta) yang hanya berdasar pada kemauan hati (wijdan)
dan menilainya sebagai tingkat rendah dari hewan.
Makna ini dikuatkan oleh firman Alloh, “Hai manusia, Sesungguhnya telah
datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan
telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Quran).” QS. An-Nisa:
174.
Dan “...katakanlah: Tunjukkanlah bukti kebenaran kalian jika memang
kalian adalah orang yang benar.” QS. Al-Baqarah: 111.
Serta “Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang
dari Tuhannya sama dengan orang yang (setan) menjadikan dia memandang baik
perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya.” QS. Muhammad: 14.
Akan tetapi, di hadapan semua petunjuk ini (ternyata) manusia di antara
beriman dan mengkufuri. Bahkan dalam
setiap masa dan tempat, yang kedua (mengkufuri) justru itulah yang lebih
banyak sebagaimana firman Alloh, “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang
yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Alloh.
Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain
hanyalah berdusta.” QS. Al-An’am: 116.
Karena itulah kebenaran ini harus memiliki kekuatan yang bisa selalu
meneguhkan dan memberinya pengawalan. Orang-orang beriman wajib mengambil posisi
di jalan perjuangan sebagai usaha membela agama dan menjaga aqidah mereka
seperti difirmankan Alloh, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa
saja yang kamu sanggupi...”
Agar mereka mendapatkan pembelaan dari Alloh ta’ala, “Sesungguhnya Alloh
membela orang-orang beriman. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai tiap-tiap orang
yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.” QS. Al Hajj: 38.
Kekuatan yang harus dimiliki seperti ilmu dan berbagai ragam bekal
merupakan senjata kita untuk membela agama sehingga kita bisa menghadapi setiap
kondisi dengan hal yang sesuai. Barang siapa meminta hujjah (dalil)
maka kita menghadapinya dengan hujjah. Dan
barangsiapa menolak kecuali kekuatan fisik maka kita menggunakan kekuatan untuk
menghadapinya, sebagaimana firman Alloh, “...dan bantalah mereka dengan cara
yang baik...” QS. An Nahl: 25.
“Dan perangilah di jalan Alloh orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampui batas, karena sesungguhnya Alloh tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.” QS. Al Baqarah: 190.
Abuya As Sayyid Muhammad Al-Maliki Al-Hasani dalam bukunya Sabilul Huda
war Rasyad hal. 79 mengatakan:
Sesungguhnya Islam itu agama yang lapang dadanya, luas hatinya, murah
hingga mencapai puncak garis kemurahan, dan mudah sampai batas terjauh
kemudahan. Sesungguhnya Islam tidak suka memantik permasalahan dan tidak pula rela
akan munculnya kekacauan di jalan kehidupan yang tentram sejahtera.
Sesungguhnya Islam tidak menyerukan agar api peperangan dikobarkan dan tidak
pula rela menyakiti orang non Islam selama mereka berlaku damai.
Demikianlah dan sungguh Alloh ta’ala berfirman, “Alloh tiada melarang
kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak
memerangimu karena Agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu.
Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berlaku adil.” QS. Al Mumtahanah:
8.
Sebagaimana Islam menjadikan salam sebagai syiar baginya dalam segala
situasi dan setiap kesempatan sehingga andai dalam situasi perang sedang
berlangsung dan musuh meminta perdamaian maka dalam pandangan Al-Quran tak ada
alasan untuk menolaknya karena lebih memenangan prinsip menciptakan perdamaian.
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan
bertawakkal lah kepada Alloh. Sesungguhnya Dia-lah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” QS. Al Anfal: 61.
Dan di antara hadits-hadits yang memberikan bimbingan supaya kekuatan
demi membela kebenaran adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
- Seorang mukmin yang
kuat lebih baik dan lebih disukai Alloh daripada seorang mukmin yang
lemah. Dan dalam masing-masing ada kebaikan. Bersemangatlah atas hal yang
bermanfaat bagimu. Dan memohonlah pertolongan kepada Alloh. Dan jangan
rapuh, jika pun sesuatu menimpamu maka jangan katakan, “Andai aku
melakukan seperti ini maka akan terjadi seperti ini”, tetapi ucapkanlah, “Keputusan
Alloh, apa yang Dia Kehendaki maka Dia Melakukannya”, karena sesungguhnya
kata andai (lau) membuka peluang bagi setan. HR. Muslim no: 2664
- Barangsiapa keluar
mencari ilmu maka dia berada di jalan Alloh sampai ia kembali. HR.
Turmudzi no: 2785
- Perangilah orang-orang
musyrik dengan harta benda, jiwa-jiwa dan lisan-lisan kalian. HR. Abu
Dawud no: 2504
Bahasa lisan memberikan isyarat bahwa sebelum perang di medan laga
berkobar maka terlebih dahulu perang itu terjadi dalam rupa makna-makna di
dalam hati, letupan dalam fikiran, ucapan dalam lisan serta promosi-promosi
dalam tulisan. Demikian seperti yang dikatakan Abuya As Sayyid Muhammad
Al-Maliki Al-Hasani.
“Ya Alloh, jadikanlah kami termasuk orang yang dengan seksama
mendengarkan ungkapan dan lalu mengikuti yang terbaik darinya.” Aamiin.
Wallahu
yatawalil jami’a birro’aayatih.
0 comments:
Post a Comment