Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Jadikan menyimpan sebagai penolong mendapatkan kebutuhan–kebutuhan
kalian” (HR Thabarani)
Banyak jalan yang harus dilalui oleh manusia untuk mendapatkan
maksud keinginan. Di antara cara yang mungkin sering dilupakan adalah Menyimpan
(Kitmaan) dalam arti tidak
membeberkan maksud keinginan kepada orang lain sebelum keinginan itu tercapai.
Hal ini karena setiap nikmat pasti diikuti oleh perasaan iri dari orang lain yang
akibatnya sebelum nikmat itu didapatkan maka sangat mungkin orang.
Dalam riwayat Ibnu Abbas ra dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbunyi:
“Sesungguhnya bagi pemilik nikmat ada orang – orang
yang iri hati maka waspadailah mereka” lain akan melakukan upaya penggagalan.
Inilah yang melatarbelakangi mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan demikian seperti disebut dalam
lanjutan hadits di atas:
“...karena sungguh setiap pemilik nikmat itu dihasudi (ada
orang yang iri kepadanya)”
Anjuran menyimpan ini sama sekali tidak bertentangan dengan hadits–hadits yang menganjurkan supaya nikmat
diceritakan kepada orang lain (Tahadduts Binni’mah), sebab menceritakan nikmat adalah ketika nikmat
sudah didapat sementara menyimpan adalah ketika nikmat itu masih dalam harapan
dan pencarian (belum didapatkan). Dari hadits ini orang–orang berakal (Uqala’) mengambil pelajaran bahwa barang
siapa hendak bermusywarah maka semestinya ia berusaha menyimpan dan melipat
dengan baik rahasianya.
Imam Syafi’i berkata, “Barang siapa menyimpan
rahasianya maka kebaikan berpihak kepadanya” Sebagian ahli Hikmah berkata,
“Barang siapa menyimpan rahasianya maka pilihan ada padanya. Betapa banyak membocorkan
rahasia menjadi sebab darah pemiliknya mengalir dan mencegah maksud keinginan”
sebagian lagi berkata, “Rahasiamu adalah darahmu, jika kamu ceritakan berarti
kamu telah mengalirkan darahmu”.
Anu Syirwan berkata, “Ada dua keuntungan yang diperoleh
dari menyimpan rahasia; mendapatkan maksud keinginan dan selamat dari bahaya
yang mengancam” . Dalam tebaran hikmah juga dikatakan, “Milikilah sendiri
rahasiamu, jangan titipkan kepada orang yang teguh yang bisa mengakibatkan dia
runtuh. Atau orang bodoh yang menjadikan ia berulah” Kendati demikian ada
sebagian rahasia yang mesti harus diketahui oleh teman dekat atau orang yang dimintai
pendapat. Dalam kasus ini seorang harus berhati– hati dan meneliti sipakah
orang yang layak ia percaya. Sebab tidak setiap orang yang dapat dipercaya
memegang harta bisa dipercaya bisa menyimpan rahasia.
Sungguh menjaga diri dari
harta (Iffah) lebih mudah
daripada menghindarkan diri dari membocorkan rahasia. Ar Raghib berkata,
“Menyebarkan rahasia pertanda minusnya kesabaran dan dada yang sempit di mana
hal ini menjadi ciri lelaki lemah dan para wanita. Menyimpan rahasia menjadi
hal yang sulit dilakukan karena manusia memiliki dua kekutan mengambil (Aakhidzah) dan kekuatan memberikan (Mu’thiyah) di mana keduanya sangat
ingin mendapat aktivitas yang istimewa. Andai saja Allah tidak menentukan Mu’thiyah agar menampakkan isinya
niscaya anda tidak akan mendapat kabar apapun dari orang yang tidak anda dorong
(untuk memberikan kabar kepada anda). Karena itulah wajib bagi manusia untuk
menahan kekuatan Mu’thiyah dan tidak melepaskannya kecuali jika wajib
dilepaskan.
[]