QS At Taubah : 8
كَيْفَ وَإِنْ يَظْهَرُوْا عَلَيْكُمْ لاَ يَرْقُبُوْا فِيْكُمْ إِلاًّ وَّلاَ ذِمَّةً , يُرْضُوْنَكُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ وَتَأْبَي قُلُوْبُهُمْ وَأَكْثَرُهُمْ فَاسِقُوْنَ
"Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Alloh dan RosulNya dengan orang-orang musyrikin) padahal jika mereka memperoleh kemenangan atas kalian (orang islam) maka sama sekali mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan dan tidak pula mengindahkan perjanjian. Dengan mulut (manis) mereka berusaha menyenangkan kalian padahal hati mereka menolak. Dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fasiq(yang gemar melanggar janji)".
Analisis Ayat
إِلا : Kata "illan" ini menurut Imam Al Azhari adalah salah satu nama Alloh dalam bahasa Ibraaniyyah dan berasal dari akar kata Al Aliil yang artinya cemerlang. Ada sebuah ungkapan Alla, Ya'ullu, Allan launuhu yang artinya cemerlang warnanya. Ada pula yang mengatakan bahwa arti Alla adalah tajam seperti ada ucapan Udzunun Mu'allalah, telinga yang tajam pendengarannya. Dari sini jika kata illan dipakai untuk ungkapan perjanjian berarti telinga diajak untuk secara seksama mendengar perjanjian. Atau karena perjanjian itu jelas dan bersih maka untuk mengungkapkannya dipakailah kata illan yang juga memiliki arti cerah dan cemerlang. Demikian tercatat dalam tafsir Al Qurthubi. Jadi bila kata illan diartikan perjanjian maka fungsi mengulang kata Dzimmah dalam ayat di atas adalah sebagai penguat atau Taukid seperti ungkapan, benar dan betul. Kata illan yang berarti perjanjian juga tersebut dalam sebuah syair:
وَجَدْنَاهُمْ كَاذِبًا إِلَّهُمْ وَذُو اْلإِلِّ وَالْعَهْدِ لاَ يَكْذِبُ
"Kami menemukan mereka mengingkari perjanjian, mestinya pemilik ikatan perjanjian tidak melepas dan mengingkari".
Kata "illan" juga bisa diartikan sanak famili atau Qoroobah. Seperti dalam syair:
أَفْسَدُ النَّاسِ خَلُوْفٌ خَلَفُوْا
قَطَعُوااْلإِلَّ وَأَعْرَاقَ الرَّحِمِ
"Manusia yang paling rusak adalah para pengingkar yang suka ingkar (janji) serta memutus sanak famili serta ikatan-ikatan kekeluargaan".
Makna dan Penjelasan Ayat
Mudah percaya dan teguh memegang janji, inilah salah satu ciri khas keimanan yang telah tertancap kuat dalam hati.Inilah karakteristik seorang mukmin sejati. Karena itu meski terus dimusuhi dan telah berulang kali dikhianati seorang mukmin tak pernah bosan menerima ajakan perdamain, tak pernah ragu menorehkan tanda tangan sebagai bukti perjanjian. Bahkan kecenderungan melihat betapa islam sangat menekankan masalah perjanjian (Al Wafa' Bil Uhud) membuat kaum beriman merasa berdosa jika ajakan menuju perjanjian diabaikan. Satu hal yang harus diingat bahwa perjanjian untuk perdamaian memang harus selalu diusahakan, akan tetapi islam juga mengajarkan agar keamanan dalam beriman juga mendapat perhatian. Dari sinilah meski pada satu sisi islam mengajarkan perjanjian damai, pada sisi lain islam juga melarang kaum beriman melakukan perjanjian dengan kaum kafir jika pada akhirnya justru perjanjian itu membahayakan keselamatan kaum beriman. Larangan melakukan perjanjian tersebut dapat kita fahami dari ayat di atas yang menggunakan bahasa bertanya "Kaifa/Bagaimana(bisa)" yang bernada mendustakan atau tidak mengizinkan. Istifham atau pertanyaan seperti ini biasa disebut dengan Istifham Inkar.
Secara umum larangan melakukan perjanjian damai diberlakukan jika memang situasi aman yang diharapkan dari perjanjian justru memberikan kesempatan kepada kaum kafir - yang dalam posisi lemah mereka begitu indah berkata, penuh senyum persahabatan, padahal hati dan fikiran mereka membenci dan mencaci kaum beriman - untuk menyusun kekuatan demi menghancurkan islam. Kasus inilah yang terjadi dan mengilhami turunnya ayat di atas.
Sejak pertama kali datang dan mendapat tempat subur di Madinah, telah beberapa kali umat islam mengalami kerugian dan hampir jatuh dalam kebinasaan karena perjanjian damai yang ternyata tak lebih dari sebuah trik musuh untuk menumbangkan kekuatan islam. Selain mendapat masalah dari orang-orang munafiq, umat islam juga memperoleh kesulitan dari tiga komunitas Yahudi yaitu Bani Qoinuqo', Bani Nadhir dan Bani Quroizhoh yang telah lebih dahulu bercokol di Madinah dan menyatakan bahwa mereka tidak menerima dengan kenabian Muhammad. Untuk mengantisipasi agar pertumpahan darah tidak sampai terjadi dan kedua belah pihak bisa menikmati hidup dalam keamanan maka Rosululloh saw mengadakan perjanjian damai dengan tiga komunitas Yahudi tersebut. Ternyata perjalanan waktu akhirnya membuktikan bahwa mereka manusia-manusia terlaknat yang mudah mengingkari janji atau bahkan perjanjian bagi mereka tak lebih dari salah satu cara memenangkan sebuah persaingan untuk mempertahankan dan mendominasi sebuah eksistensi serta memberangus dan membunuh eksistensi orang lain yang tidak sejalan dengan mereka. Sejarah menulis betapa tiga komunitas Yahudi tersebut masing-masing melakukan makar untuk menghentikan dan menumpas pergerakan islam. Mereka adalah:
1- Bani Qoinuqo'
Melihat kemenangan umat islam dalam perang Badar, Yahudi Bani Qoinuqo' sudah tidak mampu lagi menyembunyikan kebencian mereka terhadap umat islam. Kebencian mereka mencapai puncak saat mereka dengan sengaja melecehkan dan berusaha memperkosa seorang wanita Anshor. Kejadian ini menjadikan kaum muslimin sadar untuk berwaspada terhadap mereka. Kendati demikian Rosululloh saw tetap memberikan peringatan kepada mereka tentang akibat dari ulah melanggar janji. Akan tetapi mereka yang memang terkenal dengan kehebatan dalam pertempuran justru menantang. Mereka berkata: Jangan kamu bangga bisa mengalahkan orang Makkah, maklum mereka orang-orang bodoh yang tak mengerti peperangan. Jika nanti kamu berhadapan dengan kami, barulah kamu mengerti kamilah manusia terhebat. Setelah memproklamirkan permusuhan, Bani Qoinuqo' segera masuk dan melakukan pertahanan dalam benteng mereka. Setelah dikepung oleh pasukan islam selama lima belas hari, mereka akhirnya menyerah dan meminta supaya dibiarkan pergi meninggalkan Madinah bersama istri dan budak-budak mereka. Sementara harta mereka harus mereka tinggalkan untuk menjadi milik umat islam. Dalam hal ini umat islam berprinsip: "Dan bila kamu mengkhawatirkan pengkhianatan dari satu kelompok maka lemparkanlah kepada mereka (janji yang telah dibuat), sungguh Alloh tidak menyukai orang-orang yang berkhianat" QS Al Anfal:85.
2- Bani Nadhir
Kelompok Yahudi ini mengingkari janji dengan mengadakan pertemuan untuk menyusun rencana pembunuhan terhadap Rosululloh saw yang akan berkunjung ke perkampungan mereka. Mereka berencana menjatuhkan batu dari atas bangunan jika Rosululloh saw melintas di jalan depan bangunan tersebut. Mengetahui hal ini Rosululloh saw segera mengurungkan niat berkunjung dan selanjutnya menyuruh Muhammad bin Maslamah agar datang dan mengabarkan kepada Yahudi supaya segera meninggalkan Madinah. Sebenarnya Bani Nadhir sudah akan pergi meninggalkan Madinah, tetapi karena mendapat jaminan bantuan dan pembelaan dari kaum munafiq mereka dengan berani tidak menggubris tuntutan pergi tersebut. Akhirnya Rosululloh saw mengerahkan pasukan dan mengepung mereka yang bertahan di dalam benteng hingga setelah enam hari terkepung dan tidak mendapat bantuan yang dijanjikan kaum munafiq, komunitas Yahudi itu akhirnya menyerah dan meminta diperbolehkan keluar dari Madinah tanpa senjata dengan membawa sepenuh muatan unta. Sebelum pergi mereka merobohkan rumah-rumah mereka agar tidak ditempati oleh orang islam.
3- Bani Quroizhoh
Dalam perang Ahzab, lagi-lagi umat islam harus menerima pil pahit pengingkaran janji yang dilakukan oleh Bani Quroizhoh. Mereka ikut serta memberi bantuan kepada suku Quresy dan Ghothofan untuk menghancurkan islam dalam perang Khondaq. Selesai perang Khondaq Rosululloh segera memerintahkan pasukan islam agar bertolak ke Bani Quroizhoh. Setelah dua puluh lima hari dikepung, mereka akhirnya menyerah dan mengajukan permintaan supaya diperbolehkan keluar dari Madinah seperti halnya Bani Qoinuqo' dan Bani Nadhir. Akan tetapi ini ditolak oleh Rosululloh saw hingga sampailah masalah ini kepada menyerahkan semua masalah kepada keputusan Sa'ad bin Muadz pemuka suku Aus yang terikat perjanjian damai dengan Yahudi Bani Qoinuqo'. Tanpa ragu-ragu, Sa'ad memutuskan agar para lelaki dibunuh dan para wanita diboyong sebagai bagian dari rampasan perang.
Perjanjian damai yang telah terikat antara umat islam dan kaum kafir Makkah dalam perjanjian Hudaibiyyah juga mengalami nasib yang sama denga perjanjian yang terikat dengan tiga komunitas Yahudi di atas. Itu bermula ketika kafir Makkah memberi bantuan kepada Bani Bakar yang berada di blok mereka dan sedang terlibat konflik dengan Bani Khuza'ah yang berada di blok umat islam Madinah. Dari kasus inilah umat islam segera bangkit dan bersiap-siap pergi ke Makkah hingga terjadilah peristiwa sangat penting dan bersejarah yaitu penaklukan Makkah (Fathu Makkah).
Perjanjian Damai Demokrasi
Jika kaum muslimin tempo dulu pernah melakukan perjanjian damai dengan non islam baik Yahudi Madinah maupun kafir Makkah maka kini umat islam Indonesia secara tidak langsung juga telah membuat perjanjian damai dengan kaum non islam ketika umat islam telah sepakat hidup bersama mereka dalam negara yang berazaskan demokrasi di mana salah satu misinya adalah kebebasan bagi setiap orang untuk memeluk agama yang diyakininya serta adanya saling menghormati serta saling menjaga kerukunan di antara pemeluk agama yang berbeda. Sampai di mana efektifitas perjanjian ini adalah sangat tergantung keteguhan pemeluk agama masing-masing dalam menjaga dan menepati janji perdamaian. Yang jelas sebagai seorang muslim yang diwajibkan memiliki kecemburuan terhadap agamanya, kita harus bertanya, kenapa di daerah seperti Maluku, Sambas (Kalbar) dan daerah lain di mana perbandingan jumlah umat non islam (kristen) dan umat islam tidak terpaut terlalu jauh atau hampir seimbang, kerusuhan dan pertikaian yang berbau SARA kerap kali terjadi? Kecemburuan dan rasa sayang terhadap islam yang diyakini tak ada kebenaran di luar islam menjawab: Meski tidak bisa begitu saja diklaim karena perbedaan agama, kerusuhan itu diakibatkan oleh jumlah non islam (kristen) yang tidak bisa dikatakatan minoritas di daerah konflik tersebut. Artinya toleransi dan kerukunan hanya mereka gemborkan kala mereka menjadi minoritas. Sedang jika jumlah mereka banyak atau bahkan mayoritas maka yang terjadi adalah tindakan kekejaman, penindasan dan segala bentuk ketidak adilan yang intinya mengekang kebebasan ekspresi, kreasi dan aksi umat islam. Benarlah jika salah seorang cendikiawan kita mengatakan bahwa kerukunan umat beragama di Indonesia bukan karena adanya toleransi dan tenggang rasa di antara pemeluk agama, tetapi lebih diakibatkan oleh jumlah umat islam yang mayoritas.
Berangkat dari sini, umat islam harus waspada, sebab jika sampai kaum minoritas (baca : kafir ) mendapat kesempatan maka mereka akan memanfaatkannya untuk menghabiskan kita umat islam. Umat islam sudah saatnya sadar bahwa bahaya laten yang mengancam bukanlah komunisme atau apapun, tetapi bahaya itu adalah jika kebijakan kaum kafir mengendalikan negeri ini. Agar hal ini tidak sampai terjadi maka perlu diperhatikan firman Alloh berikut yang artinya: "Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Karena itu jangan kalian menjadikan mereka sebagai penolong-penolongmu (pimpinan-pimpinanmu) ". QS Annisa' : 89. "Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menuruti orang-orang kafir, niscaya mereka akan mengembalikanmu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi" QS Ali Imron : 149. "Wahai orang-orang yang beriman, jangan kalian menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang beriman. Inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata bagi Alloh (untuk menurunkan siksa)" QS Annisa' : 144.
Aug 11, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment