Aug 27, 2010

Puasa dan Buah-buah Takwa

Q.S. Al Baqarah: 183

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Makna dan Penjelasan Ayat
Sikap bertakwa kepada Allah swt memiliki sekian banyak tingkatan. Namun bila dikelompokkan, tingkatan itu bisa dibagi menjadi tiga. Pertama, tingkatan takwa tertinggi (maksimal), yaitu “bertakwa dengan sebenar-benarnya” yang hanya bisa dicapai oleh para nabi, syuhada, dan orang-orang shaleh. Kedua, tingkatan terendah (minimal), yang tersirat dari ungkapan: “jangan sekali-kali mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. Dalam tingkatan ini seseorang tidak menyisakan takwa kecuali mati dalam keadaan bertauhid, sekadar berbekal syahadat belaka. Allah swt berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Q.S. Ali Imran: 102)

Di antara dua tingkatan itu ada tingkatan takwa ketiga, yang merupakan tingkatan standar, yang hendaknya diupayakan oleh orang-orang beriman jika tidak mampu mencapai tingkatan yang tertinggi. Dalam tingkatan standar ini takwa bermakna menjalankan perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini terkait dengan adanya rasa takut, malu, kewaspadaan, kehati-hatian, disiplin, mawas diri, amanat (tanggung jawab), jujur, dan akhlak mulia lainnya.

Orang yang bertakwa sebagai buah dari ketaatan dan kepatuhan menjalankan perintah dan menjauhi larangan akan selalu berkata benar, kata yang menyejukkan, bertindak jujur dan adil, bertanggung jawab, sabar, rendah hati, santun, memelihara diri, dermawan, memenuhi janji, tidak mendendam, berkasih sayang, dan sebagainya.
Berbagai bentuk akhlak mulia itulah indikasi takwa yang bisa terlihat karena hakikat takwa tempatnya tersembunyi, yaitu di dalam hati nurani yang tidak tampak kecuali oleh Allah swt. Bukan pada bentuk lahir dan aksesoris seperti gamis, tasbih, sarung, kopiah, dan sebagainya. Rasulullah saw sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim bersabda: “Attaqwa hahuna” (takwa itu di sini) seraya menunjuk dadanya tiga kali.
Takwa adalah bekal hidup yang paling istimewa. Karena itu takwa menjadi nasehat utama yang dipesankan oleh para nabi dan rasul dulu, saat ini, dan kelak. Allah swt berfirman:

وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوْا اللهَ
Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu: bertakwalah kepada Allah. (Q.S. An Nisaa’: 131)

Puasa di bulan Ramadhan dalam hal ini akan bisa mengantar manusia kepada ketakwaan yang lebih baik daripada sebelumnya. Puasa melatih manusia ikhlas hati, disiplin, mawas diri, amanat, jujur, bekerja tanpa pamrih, takut, dan malu semata-mata karena merasa berada dalam pengawasan Allah swt.

Ayat dalam tema di muka menyebutkan bahwa takwa merupakan target yang hendak dicapai dari aktivitas puasa, bukan lapar, haus, atau mengekang seks semata, seperti pada agama-agama lain yang berarti semakin menderita maka nilai puasa semakin baik. Nabi saw menjelaskan bahwa ada sekian banyak orang berpuasa tidak memperoleh hasil dari puasanya kecuali lapar dan dahaga. Hal ini karena dia dalam berpuasa tidak berupaya meningkatkan kadar ketakwaannya.

Ayat dalam tema tersebut menjelaskan hikmah puasa yaitu “laallakum tattaqun” (agar bertakwa). Maksud dari hikmah ini adalah pertama, dengan puasa kita menjadi takut (takwa) menjalankan kemaksiatan-kemaksiatan. Atau kedua, dengan puasa, kita menjadi orang-orang yang bertakwa (mencapai derajat atau kedudukan muttaqin).
Makna pertama cocok bagi orang-orang yang menjalankan puasa sedang pada dirinya telah melekat kemaksiatan. Dengan puasa insya’allah kemaksiatan yang dahulu dilakukannya menjadi berhenti. Sarana puasa sangat tepat baginya untuk membakar segala kesalahannya itu apalagi segala perangkat untuk itu telah disediakan di bulan Ramadhan seperti tarawih, tadarus, i’tikaf, dan sedekah lengkap dengan suasana yang mendukung di mana setan dibelenggu dan pintu neraka ditutup. Rasulullah saw bersabda:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ – رواه البخارى ومسلم
Puasa itu perisai. (H.R. Bukhari Muslim)

Makna kedua pas bagi orang yang menjalankan puasa sedang kualitas keimanannya telah stabil. Baginya sarana puasa dimanfaatkan untuk meningkatkan amaliah sehingga menjadi lebih tinggi. Dari sini dikenal istilah puasa khusus dan puasa khususul khusus yang khas dilakukan orang-orang dalam kelas yang tinggi. Puasanya di samping menahan larangan fisik juga menahan larangan psikis seperti menjaga keikhlasan hati. Sabda Rasulullah saw:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ – رواه البخارى ومسلم
Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar keimanan dan keikhlasan maka diampunilah dosanya yang telah lalu. (H.R. Bukhari Muslim)

Pada ayat tersebut digunakan perangkat kata: “laalla”. Menurut tata bahasa Arab, kata “laalla” bermakna tarajji yaitu pengharapan (barangkali) yang mungkin terjadi (optimisme). Namun bila kata “laalla” itu disebutkan di dalam Al Qur’an dan datangnya dari Allah swt maka dia tidak berarti pengharapan lagi tetapi berarti kepastian dan kenyataan (hakikat dan yakin).

Dari sini kalau puasa dijalankan dengan baik dan benar target takwa pasti bisa dicapai. Kalau target takwa ini bisa diraih, maka dialah orang yang beruntung jasmani dan rohaninya di dunia maupun di akhirat. Karena orang yang bertakwa dijanjikan jaminan kemuliaan dan keistimewaan yang luar biasa. Di antara janji dan jaminan itu adalah:
Pertama, mendapatkan pujian. Firman Allah swt:

وَإِنْ تَصْبِرُوْا وَتَتَّقُوْا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُوْرِ
Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (Q.S. Ali Imran: 186)

Kedua, penjagaan dari musuh. Firman Allah swt:

وَإِنْ تَصْبِرُوْا وَتَتَّقُوْا لاَيَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْأً
Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. (Q.S. Ali Imran: 120)

Ketiga, diberikan jalan keluar dan rizki yang halal tak diduga. Firman Allah swt:

وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبُ
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Q.S. Ath Thalaq: 2-3)

Keempat, amal diperbaiki dan dosa diampuni. Allah swt berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لِكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
Hai orang-orang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. (Q.S. Al Ahzab: 70-71)

Kelima, meraih dua bagian rahmat dan diberikan nur. Allah swt berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَآمِنُوْا بِرَسُوْلِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُوْرًا تَمْشُوْنَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. (Q.S. Al Hadid: 28)

Keenam, diterima amalnya. Firman Allah swt:

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
Sesungguhnya Allah hanya menerima (pengabdian) dari orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Al Maidah: 27)

Ketujuh, meraih kemuliaan. Allah swt berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. (Q.S. Al Hujurat: 13)

Kedelapan, diselamatkan dari neraka. Firman Allah swt:

ثُمَّ نُنَجِّى الَّذِيْنَ اتَّقَوْا
Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Maryam: 72)

Kesembilan, dicintai dan dikasihi Allah. Di dalam Al Qur’an disebutkan:

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (Q.S. At Taubat: 4)

Kesepuluh, dihilangkan gelisah dan sedihnya di dunia dan akhirat. Allah swt berfirman:

أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَ
Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka itu bertakwa. (Q.S. Yunus: 62-63)

Kesebelas, diberikan ilmu laduni (perenial, otodidak). Firman Allah swt:

وَاتَّقُوْا اللهَ وَيُعَلِّمْكُمُ اللهُ
Dan bertakwalah kepada Allah niscaya Allah mengajarmu. (Q.S. Al Baqarah: 282)

Aug 26, 2010

Sholat Berlepotan Najis

Pertanyaan:

Al Hamdulillah saya dan keluarga dalam keadaan sehat wal afiat, semoga Ustadz senantiasa bertabur rahmat dan hidayah Allah serta selalu dalam karuniaNya yang berupa keteguhan Iman dan Islam, Amiin. Dalam kesempatan ini saya ingin bertanya: Bagaimana hukum shalat orang yang sedang dipasang selang kateter?

Kholishoh Diana, Tuban

Jawaban:

Jumhur Ulama menyebutkan bahwa orang yang shalat wajib mensucikan badan, pakaian dan tempat dari najis. Ingat sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Hendaknya kalian membersihkan diri dari kencing, sebab kebanyakan siksa kubur berasal darinya”HR Daru Quthni. Ali ra berkata: Aku adalah seorang yang mudah mengeluarkan air madzi (Madzdza’), karena malu bertanya sendiri maka akupun menyuruh seseorang supaya bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, lalu Beliau bersabda:

“Berwudhu dan basuhlah kemaluanmu” HR Bukhori.

Kesucian pakaian ditegaskan dalam firman Allah: “Dan baju–bajumu maka sucikanlah”QS al Muddatstsir: 4, Jabir bin Samurah bercerita: Aku mendengar seorang bertanya: Saya melakukan shalat dengan pakaian yang juga saya pakai saat berkumpul dengan isteri? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab: “Ia, (tidak masalah) kecuali kalau memang kamu menemukan najis, maka basuhlah!” HR Ahmad – Ibnu Majah.

Sementara itu kesucian tempat shalat diambil dari Hadits riwayat Abu Hurairah ra tentang Badui yang kencing di Masjid, ketika para sahabat hendak mengambil tindakan maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Biarkanlah dia, dan siramlah air kencingnya dengan setimba air,…” HR Jam’ah, kecuali Imam Muslim.

Dari sini bisa dimengerti bahwa shalatnya orang yang terpasang selang kateter tidak sah karena dia selalu membawa najis. Dan itu berarti dia hanya shalat untuk menghormati waktu saja, dan nanti setelah bisa terlepas dari najis maka dia harus mengulangi lagi shalatnya. Tetapi menurut pendapat Masyhur dalam Madzhab Malik, mensucikan diri, pakaian dan tempat dari najis hanyalah aktivitas penyempurna shalat saja, artinya hukumnya tidak wajib, cuma sebatas Sunnah Muakkadah. Jadi menurut ini, shalat orang yang tubuh, pakaian atau tempat shalatnya najis hukumnya tetap sah. Dalam sebagian pendapat (masih dalam lingkup Madzhab Malik), ada rincian; jika lupa atau tidak bisa menghindarkan diri dari najis maka shalatnya tetap sah, tetapi jika ingat dan bisa menghindarkan diri dari Najis maka seseorang wajib mensucikan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. (Lihat! Al Fiqhul Islami 1 / 571 / Wahbah Zuhaili).

Aug 20, 2010

Takwinur Rijal

Tulisan ini disampaikan pada pembinaan Kepala Sekolah dan Direktur LPI, 6 September 2003 di Yayasan Al Haromain.

Kebingungan sistem pendidikan nasional telah melahirkan ketidakmapanan output pendidikan baik di jenjang terendah hingga jenjang tertinggi. Generasi yang dihasilkan tidak memiliki kematangan dan kemandirian. Bahkan generasi tersebut sangat lemah baik secara akhlaq, akal, kepribadian, etos kerja dan upaya pembaharuan (ijtihad). Karena itu sosok generasi yang muncul adalah generasi bandel, demoralisasi, korupsi, penipu, manipulasi, konsumtif, materialis dan tidak memilki kemandirian. Hal ini sangat berbeda dengan genersai yang dididik mengikuti tahaban dan metode tarbiyah Islam.

Sosok generasi yang dihasilkan tahabapn dan metode tarbiyah Islam adalah generasi yang kuat dan amanat (al qowiyyul amin). Sosok generasi ini pernah terbentuk di zaman Rosululloh Sholallah Alaihi Wassalam dan para sahabatnya. Mereka sangat kuat dalam mengemban tugas-tugas agama, berdakwah beramar ma’ruf dan bernahi munkar. Generasi yang kuat termasuk di dalamnya adalah tahan bantingan menghadapi ujian kehidupan, dan tidak mudah putus asa. Generasi amanah adalah yang dapat dipercaya baik sikap, ucapan, maupun suluknya. Bila mereka menerima tugas dakwah, tugas itu akan dilaksanakan sampai sempurna dengan penuh tanggung jawab.

Amanah sebagai bagian asas pendidikan Islam, karena melalui proses amanah akan terbentuk generasi yang berbudi pekerti luhur, yang mampu mengemban segala beban yang dipikulnya. Amanah merupakan sikap internal yang menunjukkan intregrasi kepribadian sehingga generasi amanah menjadi pribadi utuh, penuh tanggung jawab, dan dapat mengembangkan dirinya untuk kehidupan orang lain.


Islam tidak menghendaki umatnya menjadi umat yang lemah. Bahkan, Al Qur’an sejak lama telah memberikan warning (peringatan) kepada kaum muslimin agar tidak meninggalkan sosok generasi yang lemah. Alloh berfirman dalam surat An Nisa’: 9
“Dan hendaklah takut kepada Alloh (cemas) orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir (terhadap kesejahteraan mereka). Oleh karena itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

Kuat lemahnya suatu generasi ternyata banyak ditentukan oleh faktor pendidikan. Pendidikan yang baik, yang dikelola secara benar akan mampu melahirkan generasi pilihan, generasi unggul, generasi yang cerdas secara intelektual juga generasi yang berakhlak mulia. Islam sangat memperhatikan masalah pendidikan. Islam sejak lama mewajibkan umatnya untuk giat mencari ilmu sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Abdil Barr:

“Menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim.”

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur segala sesuatu dari masalah yang paling kecil sampai masalah yang paling besar, dari masalah yang paling remeh sampai masalah yang paling berat, tidak terkecuali masalah ilmu. Alangkah indahnya pandangan Islam tentang ilmu yang dengan pandangan brilian itu mampu mencetak generasi berilmu tinggi, generasi peletak dasar-dasar ilmu modern sekarang ini.
Korelasi (hubungan) antara konsep ilmu dalam Islam dan generasi yang dihasilkan dapat diumpamakan seperti segitiga. Dua garis vertikal bertemu dalam satu titik, titik Allah SWT. Sementara garis horizontal yang menghubungkan kedua garis vertikal tadi menunjukkan generasi yang beremosi stabil, rendah hati, tidak sombong. Ibarat ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk. Hal ini didasari oleh kesadaran bahwa amatlah terbatas ilmu Allah yang berhasil dikuasai manusia, dan teramat banyak ilmu Allah yang belum dikuasai manusia. Masih banyak hal di alam ini yang masih misterius yang belum mampu diungkap oleh keterbatasan manusia. Inilah generasi dambaan umat. Dari tipe generasi ini umat Islam akan kembali mendapatkan predikat khairu ummah dari Allah SWT.

Semua Ilmu dari Allah SWT
Ilmu pengetahuan yang dikuasai manusia semuanya dari Allah SWT, bersumber dari Dzat yang satu. Allah adalah guru manusia. Dia mengajarkan apa saja yang tidak diketahui manusia. Allah berfirman dalam surat Al Baqarah: 31

“Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, “Sebutkankah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”

Dari ayat ini, semestinya harus mulai dihilangkan paradigma yang membagi ilmu menjadi dua dikotomi, yaitu ilmu umum dan ilmu agama. Pembagian itu mengesankan bahwa ilmu umum itu tidak bernilai relegi/agama. Padahal, semua ilmu itu diajarkan oleh Allah. Semestinya segala yang dikuasai manusia akhirnya harus sampai pada kesimpulan bahwa Allah berada di balik semua ilmu. Bukankah ilmu itu awalnya dari sebuah pengamatan terhadap gejala-gejala alam/ayat-ayat kauniyah/sunnatullah. Dari situ manusia mulai memformulasikan teori-teori yang akhirnya terdokumentasi menjadi ilmu pengetahuan. Jadi, tidak ada ilmu yang bebas dari nilai-nilai ketuhanan/keagamaan.

Setiap muslim harus berupaya sekuat tenaga untuk menyerap ilmu sebanyak-banyak dengan segala jenisnya tanpa terpengaruh adanya dua dikotomi di atas. Generasi Islam di abad pertengahan tercatat dalam sejarah sebagai peletak dasar segala ilmu modern sekarang ini. Kita harus mencontoh jejak-jejak emas mereka. Penemuan mereka terbukti telah mendatangkan banyak kemaslahatan umat sekarang ini. Bukankah ini sebagai amal jariahnya yang pahalanya tidak terputus?

Islam menyebut tiga ilmu pokok yang harus dikuasi manusia/umat Islam, yaitu ayatul muhkamat (ilmu Al Qur’an), sunnah rasul (ilmu hadits), dan faroidl (ilmu waris). Selain ketiga ilmu itu, maka termasuk kelebihan (fadhlun). Banyak sekali ilmu-ilmu yang termasuk kelebihan tersebut. Dalam kaitan ini, umat Islam harus selektif dalam mempelajarinya sebab ilmu-ilmu kelebihan tersebut bisa mengantarkan manusia ke arah kebaikan, juga bisa mengantarkan manusia ke arah kejahatan, orang menyebutnya sebagai ilmu hitam, ilmu yang dapat mencelakakan orang lain dan dirinya sendiri.
Pengajaran ilmu pokok tersebut sebaiknya dimulai dari usia dini dalam pendidikan prasekolah (PG/TK). Lalu dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut penelitian ditemukan bahwa perkembangan otak manusia itu 80 % terjadi dalam usia 0 – 8 tahun, sedang yang 20 % berkembang di atas usia tersebut Semakin dini mengenalkan tiga ilmu pokok tersebut akan menghasil kualitas lulusan yang lebih baik.

Bacalah ilmu dengan bismillah
Allah berfirman dalam surat Al Alaq:1

“Bacalah dengan menyebut asma tuhanmu yang menciptakan!”


Dalam membaca ayat-ayat qouliyah maupun ayat-ayat kauniyah jangan sampai lupa menyebut nama Allah SWT. Apapun yang kita baca hendaknya selalu menghadirkan Allah di dalamnya. Allah yang berfirman dalam ayat-ayat qouliyah, juga Allah yang menciptakan ayat-ayat kauniyah. Membaca bismillah berarti mengharapkan bantuan Allah untuk memahami bahan bacaan. Membaca bismillah berarti membuka tabir keberkahan ilmu pengetahuan. Membaca bismillah seolah-olah kita minta izin pada Allah sebagai pemilik segala ilmu pengetahuan. Dengan bismillah akan mengantarkan manusia ke puncak pengetahuan tentang Allah.

Memasuki konsep ini harus menjadikan keterikatan pada pencipta ilmu. Ketika berada dalam ilmu yang dapat dikembangkan melalui metodologi penelitian, maka harus tetap mengembalikan kekuasaan tertinggi pada Allah Ta’ala. Dan di setiap mengembangkan ilmu harus dilandasi dengan penyebutan kekuasaan Allah Ta’ala. Akhirnya ilmu yang digeluti akan menghantarkan kepada kesempurnaan keimanan seseorang.

Aug 11, 2010

Hukum Memakan Ikan yang Diberi Makan Barang Najis

Pertanyaan:

Ustadz pengasuh Fas'alu yang saya hormati , bagaimana hukumnya memakan ikan lele yang dimasukkan dalam kolam yang setiap harinya kolam tersebut diberi kotoran-kotoran ayam, atau hewan atau barang najis lainnya?. Hal ini saya tanyakan karena di daerah kami banyak para petani lele dombo yang biasa memberi makan lelenya dengan kotoran ayam atau kotoran yang lain.

Muhid, Tulungagung

Jawaban:

Dalam studi fiqih islam dikenal istilah Jallaalah, yang diperuntukkan bagi hewan ternak seperti unta, sapi, kambing, ayam dst yang memakan kotoran atau benda najis jenis apapun dengan syarat mayoritas makanannya adalah barang najis. Sedang jika kebanyakan makanannya dari barang yang suci maka tidak bisa masuk dalam kategori Jallaalah. Versi lain menurut Jumhur mengatakan bahwa standar utama apakah binatang itu termasuk Jallaalah atau tidak, bergantung kepada perubahan bau pada hewan tersebut. Jika baunya masih normal maka tidak termasuk kategori Jallaalah meski kebanyakan makananannya dari barang najis. Sebaliknya jika bau berubah meski hanya sedikit memakan barang najis maka masuk dalam kategori Jallaalah. Demikian Imam Nawawi dalam Al Majmu' menjelaskan. Dalam Al Muhadzab 1/348 juga disebutkan bahwa jika binatang ternak yang biasa diberi makanan najis hendak disembelih maka agar status Jallaalah hilang hendaknya terlebih dahulu diberi makanan suci hingga pengaruh makanan najis selama ini hilang. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Umar, bahkan beliau memberikan standar waktu untuk unta selama empat puluh hari, untuk kambing tujuh hari dan untuk ayam tiga hari sebelum menyembelih. Menurut Ash'hab Syafii tidak ada batasan waktu, yang terpenting diberi makanan suci sebelum disembelih entah berapa hari hingga bau dari pengaruh makanan najis hilang.

Tentang memakan hewan Jallaalah, maka dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas ra. disebutkan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَي عَنْ لُحُوْمِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا

"Sesungguhnya Nabi saw melarang dari daging dan susu Jallaalah". HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i.

Dari hadits ini Imam Syafii seperti tersebut dalam Bidayatul Mujatahid 2/5 menghukumi haram memakan daging hewan Jallaalah. Sementara Jumhur Ulama mengatakan Makruh Tanzih dan sebagian kelompok yang di dalamnya termasuk Abu Ishaq Al Marwazi, Al Ghozali, Imam Qoffal dan Al Baghowi menyatakan bahwa hukum memakan Jallaalah adalah Makruh Tahrim. Perlu digaris bawahi perbedaan hukum ini terjadi jika memang bau najis sangat kentara dan jelas tercium. Sementara jika bau itu tidak begitu kentara dan hanya sedikit terasa maka jelas bahwa binatang tersebut halal seratus persen. (Al Majmu' : 9 / 28 - 29 Cet : Idaaroh Lith Thiba'ah Al Muniiriyyah Mesir).

Antisipasi Ledakan Bahaya dari Kaum Minoritas

QS At Taubah : 8

كَيْفَ وَإِنْ يَظْهَرُوْا عَلَيْكُمْ لاَ يَرْقُبُوْا فِيْكُمْ إِلاًّ وَّلاَ ذِمَّةً , يُرْضُوْنَكُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ وَتَأْبَي قُلُوْبُهُمْ وَأَكْثَرُهُمْ فَاسِقُوْنَ

"Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Alloh dan RosulNya dengan orang-orang musyrikin) padahal jika mereka memperoleh kemenangan atas kalian (orang islam) maka sama sekali mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan dan tidak pula mengindahkan perjanjian. Dengan mulut (manis) mereka berusaha menyenangkan kalian padahal hati mereka menolak. Dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fasiq(yang gemar melanggar janji)".


Analisis Ayat

إِلا : Kata "illan" ini menurut Imam Al Azhari adalah salah satu nama Alloh dalam bahasa Ibraaniyyah dan berasal dari akar kata Al Aliil yang artinya cemerlang. Ada sebuah ungkapan Alla, Ya'ullu, Allan launuhu yang artinya cemerlang warnanya. Ada pula yang mengatakan bahwa arti Alla adalah tajam seperti ada ucapan Udzunun Mu'allalah, telinga yang tajam pendengarannya. Dari sini jika kata illan dipakai untuk ungkapan perjanjian berarti telinga diajak untuk secara seksama mendengar perjanjian. Atau karena perjanjian itu jelas dan bersih maka untuk mengungkapkannya dipakailah kata illan yang juga memiliki arti cerah dan cemerlang. Demikian tercatat dalam tafsir Al Qurthubi. Jadi bila kata illan diartikan perjanjian maka fungsi mengulang kata Dzimmah dalam ayat di atas adalah sebagai penguat atau Taukid seperti ungkapan, benar dan betul. Kata illan yang berarti perjanjian juga tersebut dalam sebuah syair:

وَجَدْنَاهُمْ كَاذِبًا إِلَّهُمْ وَذُو اْلإِلِّ وَالْعَهْدِ لاَ يَكْذِبُ

"Kami menemukan mereka mengingkari perjanjian, mestinya pemilik ikatan perjanjian tidak melepas dan mengingkari".

Kata "illan" juga bisa diartikan sanak famili atau Qoroobah. Seperti dalam syair:

أَفْسَدُ النَّاسِ خَلُوْفٌ خَلَفُوْا
قَطَعُوااْلإِلَّ وَأَعْرَاقَ الرَّحِمِ

"Manusia yang paling rusak adalah para pengingkar yang suka ingkar (janji) serta memutus sanak famili serta ikatan-ikatan kekeluargaan".


Makna dan Penjelasan Ayat

Mudah percaya dan teguh memegang janji, inilah salah satu ciri khas keimanan yang telah tertancap kuat dalam hati.Inilah karakteristik seorang mukmin sejati. Karena itu meski terus dimusuhi dan telah berulang kali dikhianati seorang mukmin tak pernah bosan menerima ajakan perdamain, tak pernah ragu menorehkan tanda tangan sebagai bukti perjanjian. Bahkan kecenderungan melihat betapa islam sangat menekankan masalah perjanjian (Al Wafa' Bil Uhud) membuat kaum beriman merasa berdosa jika ajakan menuju perjanjian diabaikan. Satu hal yang harus diingat bahwa perjanjian untuk perdamaian memang harus selalu diusahakan, akan tetapi islam juga mengajarkan agar keamanan dalam beriman juga mendapat perhatian. Dari sinilah meski pada satu sisi islam mengajarkan perjanjian damai, pada sisi lain islam juga melarang kaum beriman melakukan perjanjian dengan kaum kafir jika pada akhirnya justru perjanjian itu membahayakan keselamatan kaum beriman. Larangan melakukan perjanjian tersebut dapat kita fahami dari ayat di atas yang menggunakan bahasa bertanya "Kaifa/Bagaimana(bisa)" yang bernada mendustakan atau tidak mengizinkan. Istifham atau pertanyaan seperti ini biasa disebut dengan Istifham Inkar.

Secara umum larangan melakukan perjanjian damai diberlakukan jika memang situasi aman yang diharapkan dari perjanjian justru memberikan kesempatan kepada kaum kafir - yang dalam posisi lemah mereka begitu indah berkata, penuh senyum persahabatan, padahal hati dan fikiran mereka membenci dan mencaci kaum beriman - untuk menyusun kekuatan demi menghancurkan islam. Kasus inilah yang terjadi dan mengilhami turunnya ayat di atas.

Sejak pertama kali datang dan mendapat tempat subur di Madinah, telah beberapa kali umat islam mengalami kerugian dan hampir jatuh dalam kebinasaan karena perjanjian damai yang ternyata tak lebih dari sebuah trik musuh untuk menumbangkan kekuatan islam. Selain mendapat masalah dari orang-orang munafiq, umat islam juga memperoleh kesulitan dari tiga komunitas Yahudi yaitu Bani Qoinuqo', Bani Nadhir dan Bani Quroizhoh yang telah lebih dahulu bercokol di Madinah dan menyatakan bahwa mereka tidak menerima dengan kenabian Muhammad. Untuk mengantisipasi agar pertumpahan darah tidak sampai terjadi dan kedua belah pihak bisa menikmati hidup dalam keamanan maka Rosululloh saw mengadakan perjanjian damai dengan tiga komunitas Yahudi tersebut. Ternyata perjalanan waktu akhirnya membuktikan bahwa mereka manusia-manusia terlaknat yang mudah mengingkari janji atau bahkan perjanjian bagi mereka tak lebih dari salah satu cara memenangkan sebuah persaingan untuk mempertahankan dan mendominasi sebuah eksistensi serta memberangus dan membunuh eksistensi orang lain yang tidak sejalan dengan mereka. Sejarah menulis betapa tiga komunitas Yahudi tersebut masing-masing melakukan makar untuk menghentikan dan menumpas pergerakan islam. Mereka adalah:

1- Bani Qoinuqo'

Melihat kemenangan umat islam dalam perang Badar, Yahudi Bani Qoinuqo' sudah tidak mampu lagi menyembunyikan kebencian mereka terhadap umat islam. Kebencian mereka mencapai puncak saat mereka dengan sengaja melecehkan dan berusaha memperkosa seorang wanita Anshor. Kejadian ini menjadikan kaum muslimin sadar untuk berwaspada terhadap mereka. Kendati demikian Rosululloh saw tetap memberikan peringatan kepada mereka tentang akibat dari ulah melanggar janji. Akan tetapi mereka yang memang terkenal dengan kehebatan dalam pertempuran justru menantang. Mereka berkata: Jangan kamu bangga bisa mengalahkan orang Makkah, maklum mereka orang-orang bodoh yang tak mengerti peperangan. Jika nanti kamu berhadapan dengan kami, barulah kamu mengerti kamilah manusia terhebat. Setelah memproklamirkan permusuhan, Bani Qoinuqo' segera masuk dan melakukan pertahanan dalam benteng mereka. Setelah dikepung oleh pasukan islam selama lima belas hari, mereka akhirnya menyerah dan meminta supaya dibiarkan pergi meninggalkan Madinah bersama istri dan budak-budak mereka. Sementara harta mereka harus mereka tinggalkan untuk menjadi milik umat islam. Dalam hal ini umat islam berprinsip: "Dan bila kamu mengkhawatirkan pengkhianatan dari satu kelompok maka lemparkanlah kepada mereka (janji yang telah dibuat), sungguh Alloh tidak menyukai orang-orang yang berkhianat" QS Al Anfal:85.

2- Bani Nadhir

Kelompok Yahudi ini mengingkari janji dengan mengadakan pertemuan untuk menyusun rencana pembunuhan terhadap Rosululloh saw yang akan berkunjung ke perkampungan mereka. Mereka berencana menjatuhkan batu dari atas bangunan jika Rosululloh saw melintas di jalan depan bangunan tersebut. Mengetahui hal ini Rosululloh saw segera mengurungkan niat berkunjung dan selanjutnya menyuruh Muhammad bin Maslamah agar datang dan mengabarkan kepada Yahudi supaya segera meninggalkan Madinah. Sebenarnya Bani Nadhir sudah akan pergi meninggalkan Madinah, tetapi karena mendapat jaminan bantuan dan pembelaan dari kaum munafiq mereka dengan berani tidak menggubris tuntutan pergi tersebut. Akhirnya Rosululloh saw mengerahkan pasukan dan mengepung mereka yang bertahan di dalam benteng hingga setelah enam hari terkepung dan tidak mendapat bantuan yang dijanjikan kaum munafiq, komunitas Yahudi itu akhirnya menyerah dan meminta diperbolehkan keluar dari Madinah tanpa senjata dengan membawa sepenuh muatan unta. Sebelum pergi mereka merobohkan rumah-rumah mereka agar tidak ditempati oleh orang islam.

3- Bani Quroizhoh

Dalam perang Ahzab, lagi-lagi umat islam harus menerima pil pahit pengingkaran janji yang dilakukan oleh Bani Quroizhoh. Mereka ikut serta memberi bantuan kepada suku Quresy dan Ghothofan untuk menghancurkan islam dalam perang Khondaq. Selesai perang Khondaq Rosululloh segera memerintahkan pasukan islam agar bertolak ke Bani Quroizhoh. Setelah dua puluh lima hari dikepung, mereka akhirnya menyerah dan mengajukan permintaan supaya diperbolehkan keluar dari Madinah seperti halnya Bani Qoinuqo' dan Bani Nadhir. Akan tetapi ini ditolak oleh Rosululloh saw hingga sampailah masalah ini kepada menyerahkan semua masalah kepada keputusan Sa'ad bin Muadz pemuka suku Aus yang terikat perjanjian damai dengan Yahudi Bani Qoinuqo'. Tanpa ragu-ragu, Sa'ad memutuskan agar para lelaki dibunuh dan para wanita diboyong sebagai bagian dari rampasan perang.

Perjanjian damai yang telah terikat antara umat islam dan kaum kafir Makkah dalam perjanjian Hudaibiyyah juga mengalami nasib yang sama denga perjanjian yang terikat dengan tiga komunitas Yahudi di atas. Itu bermula ketika kafir Makkah memberi bantuan kepada Bani Bakar yang berada di blok mereka dan sedang terlibat konflik dengan Bani Khuza'ah yang berada di blok umat islam Madinah. Dari kasus inilah umat islam segera bangkit dan bersiap-siap pergi ke Makkah hingga terjadilah peristiwa sangat penting dan bersejarah yaitu penaklukan Makkah (Fathu Makkah).

Perjanjian Damai Demokrasi

Jika kaum muslimin tempo dulu pernah melakukan perjanjian damai dengan non islam baik Yahudi Madinah maupun kafir Makkah maka kini umat islam Indonesia secara tidak langsung juga telah membuat perjanjian damai dengan kaum non islam ketika umat islam telah sepakat hidup bersama mereka dalam negara yang berazaskan demokrasi di mana salah satu misinya adalah kebebasan bagi setiap orang untuk memeluk agama yang diyakininya serta adanya saling menghormati serta saling menjaga kerukunan di antara pemeluk agama yang berbeda. Sampai di mana efektifitas perjanjian ini adalah sangat tergantung keteguhan pemeluk agama masing-masing dalam menjaga dan menepati janji perdamaian. Yang jelas sebagai seorang muslim yang diwajibkan memiliki kecemburuan terhadap agamanya, kita harus bertanya, kenapa di daerah seperti Maluku, Sambas (Kalbar) dan daerah lain di mana perbandingan jumlah umat non islam (kristen) dan umat islam tidak terpaut terlalu jauh atau hampir seimbang, kerusuhan dan pertikaian yang berbau SARA kerap kali terjadi? Kecemburuan dan rasa sayang terhadap islam yang diyakini tak ada kebenaran di luar islam menjawab: Meski tidak bisa begitu saja diklaim karena perbedaan agama, kerusuhan itu diakibatkan oleh jumlah non islam (kristen) yang tidak bisa dikatakatan minoritas di daerah konflik tersebut. Artinya toleransi dan kerukunan hanya mereka gemborkan kala mereka menjadi minoritas. Sedang jika jumlah mereka banyak atau bahkan mayoritas maka yang terjadi adalah tindakan kekejaman, penindasan dan segala bentuk ketidak adilan yang intinya mengekang kebebasan ekspresi, kreasi dan aksi umat islam. Benarlah jika salah seorang cendikiawan kita mengatakan bahwa kerukunan umat beragama di Indonesia bukan karena adanya toleransi dan tenggang rasa di antara pemeluk agama, tetapi lebih diakibatkan oleh jumlah umat islam yang mayoritas.

Berangkat dari sini, umat islam harus waspada, sebab jika sampai kaum minoritas (baca : kafir ) mendapat kesempatan maka mereka akan memanfaatkannya untuk menghabiskan kita umat islam. Umat islam sudah saatnya sadar bahwa bahaya laten yang mengancam bukanlah komunisme atau apapun, tetapi bahaya itu adalah jika kebijakan kaum kafir mengendalikan negeri ini. Agar hal ini tidak sampai terjadi maka perlu diperhatikan firman Alloh berikut yang artinya: "Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Karena itu jangan kalian menjadikan mereka sebagai penolong-penolongmu (pimpinan-pimpinanmu) ". QS Annisa' : 89. "Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menuruti orang-orang kafir, niscaya mereka akan mengembalikanmu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi" QS Ali Imron : 149. "Wahai orang-orang yang beriman, jangan kalian menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang beriman. Inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata bagi Alloh (untuk menurunkan siksa)" QS Annisa' : 144.

Aug 5, 2010

Perumpamaan dan Faedah Kedatangan Ramadhan

Oleh: Abi Ihya' Ulumiddin

Tausiyah Bulan Agustus 2010

Allah tabaaraka wata’alaa berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu...”QS al Baqarah: 183-184. Bulan itu ada dua belas seperti putera-putera Nabi Ya’qub alaihissalaam. Sedang bulan Ramadhan di antara bulan-bulan lain adalah laksana Nabi Yusuf alaihissalaam di antara para saudaranya. Seperti halnya Nabi Yusuf alaihissalaam sebagai putera yang paling dicintai Nabi Ya’qub alaihissalaam maka demikian pula dengan bulan Ramdhan. Ia adalah bulan yang paling dicintai oleh Dzat Maha Mengetahui hal-hal gaib.

Sebagaimana dalam diri Nabi Yusuf alaihissalaam ada sikap santun dan pemaaf yang menyirami kenakalan para saudaranya ketika dia berkata: “Dia (Yusuf) berkata: "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang."QS Yusuf: 9, maka seperti itulah bulan Ramadhan yang di dalamnya terdapat rahmat, ampunan dan kemerdekaan dari neraka, hal yang mengalahkan seluruh bulan serta segala salah dan dosa yang kita lakukan.

Seperti halnya seorang diri yang mampu menutup celah sebelas orang dengan memperbaiki kondisi mereka, memberikan makanan dalam kelaparan serta memberikan izin untuk kembali lagi, maka seperti itulah Ramadhan, hanya sebulan. Sementara bulan-bulan lain ada sebelas bulan sekaligus berisi cela, kesalahan dan keteledoran dalam menjalankan amal-amal kesalehan. Di bulan Ramadhan ini kita berharap bisa memperoleh kembali apa yang telah kita teledorkan di bulan-bulan lain.


Di bulan Ramadhan ini kita perbaiki kerusakan segala urusan dan menutupnya dengan kegembiraan dan kebahagiaan.Sebagaimana di sana ada isyarat lain, realitas Nabi Ya’qub alaihissalaam yang memiliki sebelas putera. Beliau selalu melihat, memandang dan mengawasi kondisi serta gerak gerik mereka. Meski begitu penglihatannya yang rabun akibat banyak menangis dan melubernya air mata tidak juga kembali normal dengan sepotong baju dari baju-baju mereka. Justru penglihatannya kembali normal dengan sepotong baju Nabi Yusuf alaihissalaam. Bahkan Beliau menjadi kuat setelah sebelumnya lemah. Begitulah para pendosa dan pelaku maksiat, ketika mencium bau Ramadhan dan duduk bersama orang-orang yang teguh akan batasan-batasannya maka Insya Allah ia akan mendapatkan ampunan.

Ia akan bisa kembali melihat dengan hatinya setelah mengalami kebutaan. Ia kembali mendapatkan keberuntungan dekat denganNya setelah kecelakaan (jauh dariNya) dan iapun diterima dengan kasih sayang setelah kemarahan serta selalu mendapatkan pertolongan selama hidupnya. Allah pun mencintai dan meridhoinya.
Maka marilah menjarah bulan berkah ini. Marilah berusaha serius menyambutnya. Inilah pesan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

“Sesungguhnya bagi Tuhanmu di hari-hari setahunmu ada hembusan-hembusan rahmat. Ingat, maka sambutlah nafahaat itu!”HR Thabarani. “Sesungguhnya bagi Allah di hari-hari setahun ada hembusan-hembusan rahmat maka sambutlah! sangat mungkin salah seorang kalian mendapatkan satu hembusan rahmat hingga setelah itu selamanya ia tidak akan celaka”HR Thabarani.

“Ramadhan, penghulu bulan-bulan telah datang kepada kalian, maka selamat datang. Bulan puasa telah datang membawa berkah-berkah. Betapa mulia peziarah yang datang itu!”HR Thabarani. Allah berfirman: “Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." QS Yunus:58.

Ramadhan telah menjelang. Selamat atas kedatangannya
Betapa beruntung orang yang berhasil dan bersemangat di dalamnya
Ramadhan madrasah petunjuk, taqwa dan kemuliaan-kemuliaan.
Segala kebaikan bisa dicari (di dalamnya)

Dan hendaknya kita berdo’a ketika melihat hilal:

“Ya Allah, tampakkanlah hilal itu atas kami dengan membawa ketentraman dan keselamatan serta kepasrahan. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah. Tanggal kebenaran dan kebaikan”HR Turmudzi.

Semoga Allah menjadikan kita dan kalian termasuk orang yang berpuasa dan berqiyam di dalamnya dengan menjalankan batasan-batasannya. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita kesungguhan, keseriusan, kekuatan dan semangat di dalamnya. Semoga Dia Melindungi kita dan kalian dari keteledoran dan tidak memperhatikan haknya. Wal hamdu lillaahirabbil aalamiin

=والله يتولى الجميع برعايته=