Jul 11, 2012

Tausiah Juli 2012 / Sya'ban 1433

Tausiah Juli 2012 / Sya'ban 1433
di sampaikan oleh K.H.M. Ihya' Ulumiddin

Nasroh tausiah dalam bentuk tulisan akan disampaikan kemudian. Tausiah audio dapat didengarkan dan didownload. Semoga bermanfaat.

Jun 13, 2012

Kajian Offline Streaming

Hari ini Abina Ihya' mendapatkan kunjungan dari ibu-ibu majelis taklim Surabaya yang dikoordinir oleh Mbak Komariah, istri dari akhina Zakaria. Mereka semua diterima langsung oleh Abina di kediaman beliau.

Setelah rehat sejenak dan menikmati hidangan yang disajikan, Abina memberikan tausiah di musola pondok Nurul Haromain khusus untuk ibu-ibu majelis taklim ini. Berikut rekaman tausiyah tersebut. Selamat Menikmati.

Jun 12, 2012

Abadi Bersama Allah

Mata air meleleh begitu deras. Tubuh lunglai, lemas tidak berdaya. Wajah–wajah merunduk khusyuk. Tak ada suara kecuali desahan nafas panjang dan isak tangisan. Di tengah suasana mencekam tersebut, seorang lelaki datang dan dengan suara lantang menggambarkan keteguhan, berkhutbah, “Barang siapa menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. dan barang siapa menyembah Allah maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tak akan pernah meninggal”. Llelaki yang tidak lain adalah Abu Bakar As Shiddiq ra itu kemudian membacakan firman Allah:

“Muhammad itu tidak lain adalah seorang rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang?...” QS Ali Imran: 144.

Mendengar ini semua orang-orang mulai tersadar dari keterlenaan duka dan rasa seolah tidak percaya bahwa Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, manusia yang paling mereka cintai melebihi diri sendiri telah meninggal dunia. Umar ra yang tadi bahkan mengacungkan pedang mengancam akan membunuh setiap orang yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam telah wafat kini mulai sadar dan mengatakan, “Sepertinya aku tidak pernah membaca ayat ini saja”

Allah Dzat yang abadi, sementara siapapun selainNya pasti akan sirna. Barang siapa yang memeluk Islam karena Allah maka ia akan terus memeluk Islam. Dan barang siapa memeluk Islam karena selain Allah, termasuk karena Rasulullah Muhammad SAW maka ia akan melepas Islam sejalan dengan hilangnya sesuatu tersebut. Inilah kondisi yang terjadi pada orang–orang yang murtad setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mangkat. Ada yang perlu kita ambil pelajaran dari pidato Abu Bakar ra. di atas, “ …Allah Dzat Maha Hidup dan tak akan pernah meninggal “ artinya Allah Dzat yang abadi maka segala sesuatu yang disandarkan atau bersama dengan Allah juga akan tersaput oleh sinar keabadian Allah. Suatu aktivitas yang tercipta karena Allah, dipastikan sesuatu itu akan langgeng serta tidak terputus di tengah jalan. Suatu usaha yang dilakukan karena Allah maka usaha itu terus akan berjalan hingga sampai pada tujuan dan memberikan buah yang bisa dirasakan oleh banyak orang. Gerak langkah yang termotivasi karena Allah akan terus terayun sampai penghujung jalan meski banyak kerikil dan bebatuan menghalang. Langkah tetap akan ringan meski duri–duri telah banyak menancap. Suatu amal perbuatan yang dilandasi ketulusan karena Allah adalah laksana pepohonan yang berakar kuat menghujam ke dalam tanah sehingga tidak mudah goyah atau roboh meski terpaan angin topan. Sebuah kalam hikmah mengatakan:

“Sesuatu karena Allah akan bersambung dan sesuatu karena selain Allah pasti akan terpisah”

Dalam hikmah lain juga disebutkan:
“Barang siapa yang ikhlas karena Allah maka berkah upayanya pasti kelihatan”

Ini semua menjadi pelajaran bahwa jika menginginkan hasil maksimal dan berkesinambungan dari amal usaha yang dilakukan maka seseorang wajib menjadikan ikhlas karena Allah sebagai pondasi amal usaha tersebut. Sebuah kitab dasar dalam ilmu Nahwu yaitu Matan Jurumiyyah bisa menjadi pelajaran sangat berharga. Disebutkan bahwa selesai menulis kitab kecil tersebut, penulis tidak mendapatkan pujian dari siapapun. Bahkan sebaliknya banyak cibiran dan pelecehan diterima. Akhirnya untuk menguji keikhlasannya dalam menulis, sang penulis kemudian melemparkan dan menghanyutkan tulisan ke lautan. Hati kecil Beliau berkata, “Jika saya menulis ini karena Allah tentu Allah akan menjaganya”. Ternyata kitab tersebut sama sekali tidak basah oleh air sampai akhirnya ditemukan oleh seorang nelayan dan kemudian diajarkan hingga kitab tersebut kemudian menyebar ke seluruh dunia. Hampir tidak ditemukan sebuah institusi pengajaran agama Islam kecuali di sana mesti menjadikan kitab tersebut sebagai salah satu kurikulum pelajaran. Ini semua adalah berkah ketulusan karena Allah. Di Indonesia, kita mendapatkan banyak pesantren–pesantren atau lembaga pendidikan yang telah berusia ratusan tahun dan sudah melewati beberepa periode kepemimpinan serta telah banyak sekali menelorkan tokoh–tokoh yang menjadi pahlawan agama dan bangsa. Ini tidak lain adalah berkah keikhlasan para perintis. Sementara di sisi lain banyak pula pesantren–pesantren atau suatu institusi pendidikan yang gulung tikar. Lepas apakah latar belakang dari fenomena ini, yang pasti niat para perintis perlu dipertanyakan. Semua abadi jika bersama dengan Allah, prinsip ini juga berlaku dalam berbagai aktivitas kehidupan. Tali persahabatan yang terjalin oleh keinginan mendapatkan harta benda akan segera terlepas seiring sirnanya harta benda. Jalinan pertemanan yang termotivasi oleh kekuasaan juga demikan, akan segera terputus begitu kekuasaan telah lepas. Kenyataan ini bisa disaksikan dalam percaturan politik. Hari ini A berteman dengan B maka esok lusa sangat mungkin A akan menendang B dan begitu pula sebaliknya. Sikap akrab, senyum tawa yang senantiasa menghias wajah teman kita saat berada di hadapan kita akan senantiasa mengembang jika memang ia benar–benar tulus memberikan keakaraban dan senyum tawa. Akan tetapi jika semua itu dilakukan atas maksud–maskud tertentu dan ada tendensi di balik semuanya maka keramahan akan segera menghilang jika maksud–maksud tersebut tidak terpenuhi. Wahai para pemuda, jika engkau senantiasa disambut oleh senyuman saat berjumpa dengan para wanita (ibu–ibu atau para gadis ), kemudian senyuman itu hilang ketika engkau telah menikah maka sadarlah bahwa senyuman tersebut tidak karena Allah, tetapi karena mereka ingin menarik simpati darimu hingga kamu mau diambil sebagai menantu atau suami mereka. Dan begitu pula sebaliknya. Akhirnya semua kebaikan, keramahan dan perhatian yang diberikan oleh kita kepada orang lain atau kita yang memberikan hal tersebut kepada orang lain, kemudian hal tersebut hilang begitu saja maka sangat mungkin bahwa hal tersebut tidak dilakukan karena Allah, “Sungguh akhirat itu lebih baik daripada dunia“ QS Adh Dhuha : 4.[]

Mar 5, 2012

Memegang Teguh Amanat

Tausiah Maret 2012

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanat dan tidak ada agama bagi orang yang tidak setia pada janji”(HR Ahmad dan Ibnu Hibban)[2].

Hadits ini adalah ancaman yang bukan dimaksudkan untuk sebuah kejadian, melainkan sekedar peringatan dan klaim ketidak sempurnaan dalam beriman dan beragama. Artinya seorang yang tidak memiliki amanat sama sekali tidak memiliki kesempurnaan iman. Ini karena amanat yang merupakan ciri karakteristik adalah inti keimanan sebagaimana halnya posisi jantung dalam tubuh manusia. Dan begitu pula tidak ada sama sekali kesempurnaan agama bagi seorang yang tidak memiliki (kesetiaan pada) janji. Maksudnya apabila terjadi perjanjian antara seseorang dengan orang lain kemudian ia mengkhianati tanpa alasan syar’i maka ini berarti ada kekurangan dalam agamanya yang karena itulah Allah berfirman: “...Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya...”QS al Baqarah:283. artinya jika kebetulan salah seorang kalian memercayakan sesuatu kepada orang lain maka hendaknya orang yang dipercaya menunaikan amanat dengan sempurna, tepat waktu dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah karena Allah adalah Dzat yang Maha Menyaksikan dan Maha Mengawasi atas dirinya. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.


Begitulah Islam membimbing kita kepada hal-hal positif seperti menunaikan amanat dan setiap kepada janji karena sesungguhnya Allah hanya menjadikan seseorang beriman sebagai seorang beriman agar seluruh makhluk aman dari tindak kezalimannya. Allah sendiri adalah Dzat Maha adil dan tidak pernah berbuat zhalim. Terkait hal tersebut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah memberikan teladan yang baik. Ketika berhijrah ke Madinah al Munawwarah maka Beliau meninggalkanAli bin Abi Thalib karramallahu wajhah di Makkah al Mukarramah untuk mengembalikan titipan-titipan orang Quresy meski mereka adalah orang-orang yang mengusir Beliau dari tanah airnya, menyakiti serta mendustakannya. Akan tetapi semua ini bukan hal yang bisa melegalkan pengkhianatan terhadap sebuah amanat, karena Beliau telah bersabda: “Tunaikanlah amanat kepada orang yang mempercayakannya (kepada)mu dan jangan mengkhianati orang yang mengkhianatimu” (HR Bukhari dalam Tarikhnya). “Tanda orang munafiq ada tiga; jika berbicara maka berbohong, jika berjanji maka mengingkari dan jika dipercaya maka mengkhinati”(Muttafaq alaih). Beliau juga menyatakan bahwa barang siapa mengkhianati amanat atau mengkorupsi sebagian darinya maka pasti kelak di hari kiamat ia terbebani untuk memikul amanat itu di pundaknya; “Demi Allah, salah seorang kalian tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya kecuali di hari kiamat ia pasti bertemu Allah dengan memikul sesuatu itu, maka jangan sampai aku mengenali salah seorang kalian bertemu Allah dengan memikul unta yang melenguh atau sapi yang mendengus atau kambing yang mengembek” (HR Bukhari)

Adalah amanat awal mula diturunkan ke dalam hati orang-orang (sahabat Nabi Saw) dan menguasai hati mereka sehingga amanat itu menjadi dorongan kuat untuk mengamalkan Alqur’an dan As Sunnah. Kemudian secara perlahan-lahan mulai diangkat (dihilangkan) dari hati manusia sehingga sampailah kepada kita kondisi seperti sekarang ini; “...sehingga manusia berjual beli dan hampir tak ada satupun orang yang menunaikan amanat” “...salah seorang dari mereka menjual agamanya dengan sedikit harta benda dunia” sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

[1] فيض الخبير 6ٍ/381 رقم 9704
[2] Faidhul Qadir 6/381 nomer 9704


عَلَيْكُمْ بِالْأَمَانَةِ

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((لاَ إيْمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَةَ لَهُ وَلاَ دِيْنَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ)) رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ حِبَّانٍ[1].

فِى هَذَا الْحَدِيْثِ وَعِيْدٌ لاَ يُرَادُ بِهِ الْوُقُوْعُ وَإِنَّماَ يُقْصَدُ بِهِ الزَّجْرُ وَالْوَصْفُ بِنَفْيِ الْكَمَالِ فِى اْلإِيْمَانِ وَالدِّيْنِ اي لاَ إِيْمَانَ كَامِلٌ لِمَنْ لاَ أ أمأنا

أَمَانَةَ لَهُ فَاْلأَمَانَةُ الَّتِى هِيَ الصِّفَةُ السُّلُوْكِيَّةُ ضِدُّ الْخِيَانَةِ لُبُّ اْلإِيْمَانِ وَهِيَ مِنْهُ بِمَنْـزِلَةِ الْقَلْبِ مِنَ الْبَدَنِ وَكَذَلِكَ لاَ دِيْنَ كَامِلٌ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ اَيْ إِنَّ مَنْ جَرَى بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَحَدٍ عَهْدٌ ثُمَّ غَدَرَ لِغَيْرِ عُذْرٍ شَرْعِيٍّ فَدِيْنُهُ نَاقِصٌ وَلِذَلِكَ قَالَ اللهُ تَعَالَى [...فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى ائْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ...] البقرة:283. اَيْ فَإِنِ اتَّفَقَ أَنَّ أَحَدَكُمْ ائْتَمَنَ آخَرَ عَلَى شَيْءٍ فَعَلَى الْمُئْتَمَنُ أَنْ يُؤَدِّيَ اْلأَمَانَةَ كَامِلَةً فِى مِيْعَادِهَا وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ فَاللهُ هُوَ الشَّاهِدُ الرَّقِيْبُ عَلَيْهِ وكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا .

هَكَذَا يُرْشِدُنَا اْلإِسْلاَمُ إِلَى أَعْمَالٍ إِيْجَابِيَّةٍ كَأَدَاءِ اْلأَمَانَةِ وَالْوَفَاءِ بِالْعَهْدِ ِلأَنَّ اللهَ تَعَالَى إِنَّمَا جَعَلَ الْمُؤْمِنَ مُؤْمِنًا لِيَأْمَنَ الْخَلْقُ جُوْرَهُ وَاللهُ تَعَالَى عَدْلٌ لاَ يَجُوْرُ وَلِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى ذَلِكَ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ حَيْثُ خَلَفَ عَلِيَّ ابْنَ أَبِي طَالِبٍ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَـهُ بِمَكَّةَ الْمُكَرَّمَةِ لَمَّا هَاجَرَ إِلَى الْمَدِيْنَةِ الْمُنَوَّرَةِ لِيُؤَدِّيَ عَنْهُ أَمَانَاتٍ لِكُفَّارِ قُرَيْشٍ عِنْدَهُ وَهُمُ الَّذِيْنَ أَخْرَجُوْهُ مِنْ بَلَدِهِ وَآذَوْهُ وَكَذَّبُوْهُ وَلَكِنْ لَيْسَ هَذَا مُبَرِّرًا لِخيَانَةِ اْلأَمَانَةِ وَهُوَ الَّذِى يَقُوْلُ : ((أَدِّ اْلأَمَانَةَ لِمَنِ ائْتَمَنَكَ وَلاَ تَخُنْ لِمَنْ خَانَكَ)) رواه البخاري فى تاريخه ويقول : ((آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ)) متفق عليه . وَهُوَ الَّذِي يُخْبِرُ أَنَّ مَنْ خَانَ اْلأَمَانَةَ أَوْ غَلَّ شَيْئًا مِنْهَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُثَقَّلاً بِحَمْلِهِ عَلَى عَاتِقِهِ حَيْثُ يَقُوْلُ : ((وَاللهِ لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ إِلاَّ لَقِيَ اللهَ تَعَالَى يَحْمِلُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلاَ أَعْرِفَنَّ أَحَدًا مِنْكُمْ لَقِيَ اللهَ يَحْمِلُ بَعِيْرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرَ أى تَصِيْحُ)) رواه البخارى .

وَكَانَتِ اْلأَمَانَةُ أَوَّلَ مَا نَزَلَتْ فِى قُلُوْبِ الرِّجَالِ وَاسْتَوْلَتْ عَلَيْهَا فَكَانَتْ هِيَ الْبَاعِثَةَ عَلَى الْعَمَلِ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ ثُمَّ أَخَذَتْ تُرْفَعُ مِنْ قُلُوْبِ النَّاسِ شَيْئًا فَشَيْئًا حَتَّى وَصَلَ بِنَا الْحَالُ (فَيُصْبِحُ النَّاسُ يَتَبَايَعُوْنَ لاَ يَكَادُ أَحَدٌ يُؤَدِّى اْلأَمَانَةَ ) (...يَبِيْعُ أَحَدُهُمْ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا) كَمَا رَوَاهُ التِّرْمِذِى عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .

=الله يتولى الجميع برعايته=

Feb 22, 2012

Berdo'a dan Makanan Haram

Pertanyaan:

Bagaimana status doa orang yang makan barang haram. Diterima atau tidak. Dan bagaimana jika orang itu pergi haji dan berdoa di Multazam, apakah doanya diterima?

Lailatul Badriyah, Ds Jombok No 35 Ngantang Malang

Jawaban:

Makan makanan haram atau pun melakukan praktik kehidupan yang haram menjadi penghalang antara doa seseorang dengan Alloh subhanahu wata’ala, Dzat yang mengabulkan doa. Kecuali kalau usai makan haram itu sesegera bertaubat; mohon ampun dan menyesal, tampak penghalang itu terhapus kalau tidak hancur. Dengan begitu, doanya kepada Alloh subhanahu wata’ala akan menyusuri jalur yang lancar. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا اَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرْ اللهَ يَجِدْ اللهَ غَفُورًا رَحِيمًا

Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Alloh, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An Nisaa: 110)

Dengan begitu, memakan makanan yang halal di samping bertaubat merupakan tata krama sebelum berdoa, termasuk sebelum berdoa di tempat-tempat yang mustajabah sekali pun seperti Multazam. Terlepas bahwa doa mujarab atau tidak menjadi hak prerogatif Alloh subhanahu wata’ala, tetapi hendaknya kala berdoa memperhatikan makanan yang dimakannya. Orang yang senantiasa memperhatikan makanan halal tampak nuraninya bersih, untaian kata-kata yang keluar dari lisannya tulus dan lembut, dan pada akhirnya tidak ada penghalang antara doanya dengan Tuhan seperti dipraktikkan oleh sahabat Saad bin Abi Waqqash dan Ukkasyah. Di dalam hadits disebutkan:

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَيَقْبَلُ إِلاَّطَيِّبًاوَإِنَّ اللهَ أَمَرَالْمُؤْمِنِيْنَ بِمَاأَمَرَبِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ: يَااَيُّهَاالرُّسُلُ كُلُوْامِنْ الطَيِّبَاتِ وَاعْمَلُوْاصَالِحًااِنِّىبِمَاتَعْمَلُونَ عَلِيْمً وَقَالَ تَعَالَى: يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُواكُلُوامِنْ طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ. ثُمَّ ذَكَرَالرَّجُلَ: يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَتَ، أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَىالسَّمَاءِ: يَارَبِّ يَارَبِّ يَارَبِّ! وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَبِالْحَرَامِ: فَأَ نَّىيُسْتَجَابُ لَهُ

"Sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak menerima kecuali yang baik. Allah telah memerintahkan orang-orang yang beriman sebagai¬mana Dia memerintahkan kepada para Rasul: “Hai para Rasul, makan¬lah sesuatu yang baik dan berusahalah dengan baik. Wahai orang-orang yang beriman, makanlah sesuatu yang baik yang telah diriz-kikan kepadamu.” Ada seorang laki-laki yang berjalan jauh. Ram¬butnya kusut penuh dengan debu. Ia menengadahkan kedua tangannya ke langit dan berkata: “Ya Rabbi... ya Rabbi...,” sedang maka¬nannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dikenyang-kan dengan barang haram, maka bagaimana ia diterima doanya?
(HR. Muslim)

Feb 14, 2012

Feb 6, 2012

Membanggakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam Berkonsekwensi Menyenangkannya

Tausiyah Vol XIV Edisi 148 Ahad, 5 February 2012 / 12 Rabiul Awwal 1433

 حَامِدًا ِللهِ وَمُصَلِّـيًا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ 

 Seperti diketahui bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dilahirkan pada bulan Rabiul Awwal, hari senin tanggal dua belas.Terkait hari dan bulan maka sudah disepakati oleh mayoritas ulama kaum muslimin. Adapun tanggal maka ada pendapat tanggal delapan dan ada pula yang mengatakan tanggal sepuluh. 

Terlepas dari hal ini, ada hal yang lebih penting untuk direnungkan mengapa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dilahirkan tidak pada hari jumat sebagai hari paling mulia atau pada bulan-bulan mulia seperti al asyhurul hurum? Jawabannya agar tidak ada kemungkinan untuk menuduh bahwa kemuliaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditopang oleh hari dan bulan mulia di mana beliau dilahirkan. 
 
Justru yang terjadi adalah sebaliknya, adanya fenomena Insihaab, keagungan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mampu menyeret hari Senin dan bulan Rabiul Awwal sebagai hari dan bulan mulia setelah sebelumnya hari dan bulan tersebut sama sekali tidak diperhatikan oleh umat manusia. Sejak saat itu dan hingga kini ketikaSenin dan Rabiul Awwal disebutkan maka segera teringat hari dan bulan kelahiran Rasulullah Saw. 

Jadi kemuliaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah mandiri (Istiqlali) dan sama sekali bukan karena Nisbat, reaksi dari figur, komunitas atau fenomena apapun. Justru, semuanya ini tersaput sinar kemuliaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai anugerah Allah kepada Beliau. Termasuk kita semua kaum muslimin yang menjadi umat termulia daripada umat-umat terdahulu yang pernah hidup di alam ini. Ini karena, seperti dikatakan Imam al Bushiri dalam Qashidah Burdah;

 لَمَّا دَعَى اللهُ دَاعِيْنَا لِطَاعَـتِهِ بِأَكْرَمِ الرُّسُلِ كُـنَّا أَكْرَمَ اْلأُمَمِ 

“Ketika Allah menjuluk Da’i kita ini (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) sebagai rasul termulia karena ketaatannya (kepada Allah), maka kita menjadi umat yang termulia” 

Inilah salah satu alasan bagi kita agar berusaha mendidik hati untuk merasa senang setiap kali hari Senin dan bulan Rabiul Awwal hadir. Tentu saja rasa senang itu harus diwujudkan lewat aksi nyata dengan berpuasa pada hari senin dan mengadakan peringatan-peringatan Maulid Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Rabiul awwal ini. 

Rasa senang dalam bentuk seperti inilah yang dulu pernah dilakukan oleh Abu Lahab. Ia bukan hanya sekedar senang mendengar berita kelahiran sang keponakan yang yatim, akan tetapi melengkapi rasa senangnya dengan memerdekakan si pembawa berita, sahayanya bernama Tsuwaibah yang kemudian tercatat pernah menyusui bayi Rasulullah Saw bersama anaknya sendiri yang bernama Masruh serta bayi Hamzah paman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bayi Abu Salamah, suami Ummu Salamah yang kemudian menjadi isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Rasa senang seperti inilah yang hingga kini dan selamanya dirasakan manfaatnya oleh Abu Lahab yang kafir dan sangat memusuhi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. 

Tentunya kita manusia beriman pasti mendapat manfaat yang sangat jauh lebih besar lagi jika mampu bergembira seperti kegembiraan Abu Lahab. Al Hafidh Nashiruddin Ad Dimasyqi, salah seorang murid Imam al Hafidh Ibnu Katsir melagukan Syair yang artinya: 

 إِذَا كَانَ هَذَا كَافِرًا جَاءَ ذَمُّهُ بِتَـبَّتْ يَدَاهُ فِى الْجَحِيْمِ مُخَلَّـدًا أَتَى أَنَّهُ فِى يَوْمِ ْالإِثْنَيْنِ دَائِمًا يُخَفَّفُ عَنْهُ لِلسًُّرُوْرِ بَأَحْمَدَ فَمَا الظَّنُّ بِالْعَبْدِ الَّذِى طُوْلَ عُمْرِهِ بِأَحْمَدَ مَسْرُوْرًا وَكَانَ مُوَحِّدًا 

  Jika ini saja, seorang kafir yang dicela dengan ayat Tabbat Yadaah, dan langgeng di neraka Disebutkan bahwa selamanya setiap senin ia diringankan siksanya karena gembira akan kelahiran Nabi Ahmad Maka bagaimana dengan seorang hamba beriman yang sepanjang hayat bergembira akan Nabi Ahmad 

Bergembira dan membanggakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah wajib. Kendati demikian tidak cukup hanya sampai di situ. Seorang beriman harus memasang dan mengejar target bisa menyenangkan dan membuat bangga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Langkah dan usaha yang bisa dilakukan agar mencapai target ini, di antara yang pokok sebagai berikut: 1. Menghidupkan Sunnah-nya Seorang Yahudi pernah berkata kepada Sayyidina Umar ra; “Teman anda (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) mengajarkan semuanya hingga perilaku di kakus” maknanya kita harus mengetahui detail kehidupan Rasulullah Saw untuk selanjutnya berusaha meniru baik dalam cara beribadah maupun kehidupan sehari-hari. Dari hal yang remeh hingga hal yang penting. Bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat, cara berbaris dalam shalat, masuk dan keluar masjid dan seterusnya. Bagaimana Rasulullah makan,minum, tidur, masuk kakus dll. Dengan berusaha menghidupkan sunnah berarti secara langsung kita memupuk kecintaan kepada Beliau sebagaimana hadits riwayat Anas ra

 مَنْ أَحْيَا سُنَّـتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِى الْجَّنةِ 

“Barang siapa menghidupkan sunnahku maka sungguh ia telah mencintaiku. Barang siapa mencintaiku maka ia pasti bersamaku di surga” (HR Thabarani) 

Kegemaran menghidupkan sunnah juga menunjukkan kesempurnaan iman seseorang.

 لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ 

“Tidak sempurna Iman seseorang sebeluَm kesenangan dirinya mengikuti segala yang aku ajarkan “(HR Dailami). 

 2. Mencintai Ahlul Bait- nya Ahlul Bait, menurut Imam Qadhi Iyadh dalam As Syifa’ berdasarkan riwayat dari Zaid bin Arqam adalah keluarga dan keturunan Ali ra, Ja’far, Aqil dan Abbas. Allah berfirman;

 قُلْ لاَ أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبَي 

“Katakanlah,aku tidak meminta atas hal ini kecuali kecintaan kepada para kerabat (ku)”QS As Syuro:23. 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;

 إِنِّي تَارِكٌ فِيْكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَمْ تَضِلُّوْا كِتَابُ اللهِ وَعِتْرَتِيْ ... 

“Sesungguhnya aku meninggalkan untuk kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya maka kalian tidak akan pernah tersesat; Kitab Allah dan keluargaku”(HR Turmudzi/3788). 

 Kepada Abbas ra, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;

 وَالَّذِى نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَدْخُلُ قَلْبَ رَجُلٍ اْلإِيْمَانُ حَتَّى يُحِبَّكُمْ ِللهِ وَرَسُوْلِهِ ... 

“Demi Dzat yang diriku berada di tanganNya,keimanan tidak memasuki hati seseorang sebelum mencintai kalian karena Allah dan RasulNya…”(HR Baihaqi) 

 3. Mencintai Sahabat-nya Sahabat adalah orang yang beriman dan pernah bertemu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Meski beriman tetapi tidak pernah bertemu maka tidak termasuk sahabat seperti halnya Uweis Al Qarani yang kemudian menjadi tokoh terkemuka generasi Tabiin. Dan seperti raja Najasyi yang bernama asli Ashamah yang ketika meninggal bahkan sempat dishalati ghaib oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat. 

Mencintai sahabat memiliki sekian banyak konsekwensi yang di antaranya tidak diperbolehkan dengan alasan apapun mencaci mereka seperti yang dilakukan oleh kelompok Syiah yang mengaku mencintai ahlul bait tetapi justru membenci, mencaci dan bahkan mengkafirkan di antara para sahabat yang pernah terjadi konflik antara mereka dengan ahlul bait. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;

 لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِي فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ 

“Jangan mencaci maki para sahabatku,karena sesungguhnya andaikan salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud maka tidak bisa menyamai satu mud atau bahkan separuh infak salah seorang mereka (sahabat)(HR Bukhari) 

4. Mencintai Pewaris-nya (Ulama’ Amilin) Ulama adalah pewaris para nabi. Dari merekalah umat mengenal dan meneladani ajaran-ajaran para nabi. Karena itulah ulama memiliki jasa besar menyambung umat dengan nabi mereka. Atas dasar ini, Rasulullah Saw kemudian mengajarkan kepada umatnya supaya memperhatikan hak-hak para ulama. Di antara hak itu adalah ulama harus dimuliakan. Jika berbuat salah maka tidak boleh diklaim dan dilecehkan. Inilah ajaran dan pesan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Betapapun seorang ulama berbuat salah maka sekali lagi tidak boleh dijatuhkan martabatnya, apalagi jika belum jelas kesalahannya atau bahkan nyata-nyata tidak bersalah,maka melecehkan dan mencaci ulama kezaliman yang balasannya adalah kematian hati. Imam Syafii berkata: إِنْ لَمْ يَكُنِ الْعُلَمَاءُ أَوْلِيَاءَ اللهِ فَلَيْسَ ِللهِ وَلِيٌّ 

[Jika ulama bukan para wali Allah maka Allah sama sekali tidak memiliki wali] Ibnu Asakir mengatakan: [Ingatlah wahai saudaraku bahwa daging ulama itu beracun, dan sesungguhnya barang siapa lidahnya mencela mereka maka Allah mengujinya dengan kematian hati sebelum kematiannya

 5. Memperbanyak Shalawat kepada-nya Membaca dan memperbanyak shalawat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah perintah Allah dan bukan hanya menyenangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tetapi juga menyenangkan Allah Azza wajalla. Bukti kesenangan Allah akan bacaan shalawat umat kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam; “Barang siapa yang bershalawat kepadaku sekali, Allah bershalawat atasya sepuluh kali dan mengangkatnya sepuluh derajat”(HR Nasai) Demikianlah hal-hal pokok yang harus kita pelajari untuk bisa dipraktekkan dalam keberagamaan kita yang memang di samping sebagai usaha membuat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berbangga dan berbahagia, juga sekaligus langkah memenuhi di antara sekian banyak hak Beliau atas umatnya.

 =والله يتولى الجميع برعايته=

Jan 30, 2012

Format Barisan Shalat

Pertanyaan:

Bagaimanakah format barisan shalat dalam jamaah yang hanya ada Imam dan seorang Ma’mum?

Ikhwan,
dari Demak


Jawaban:

Apabila jamaah terdiri dari Imam dan seorang ma’mum laki–laki maka ma’mum berdiri di sebelah kanan Imam. Menurut madzhab Syafii, ma’mum sedikit mundur. Hal ini atas dasar Ihtiyath/berhati– ati karena ma’mum selayaknya mengetahui dan mengikuti gerakan Imam.

Menurut para Ahli Hadits, syarat tersebut tidak ada. Sebab dalam hadits tidak dijelaskan adanya syarat mundur, tetapi syaratnya hanya berdiri di sebelah kanan. Inilah dasar diperbolehkannya posisi ma’mum sejajar dengan imam. Jabir ra bercerita:

قَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُصَلِّيَ فَجِئْتُ فَقُمْتُ عَلَى يَسَارِهِ فَأَخَذَ بِيَدِى فَأَدَارَنِى حَتَّى أَقَامَنِىْ عَنْ يَمِيْنِهِ ...

“Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berdiri untuk melakukan shalat. Aku datang dan lalu berdiri di sebelah kiri Beliau. Kemudian Beliau memegang tanganku dan lalu memutarku ke sebelah kanannya...” HR. Muslim (Lihat Fiqhus Sunnah/1–205)

Apabila jama’ah terdiri atas imam dan dua ma’mum atau lebih maka ma’mum langsung berdiri di shof belakang imam. Samurah bin Jundub ra bercerita, “Rasulullah shallallohu alaihi wasallam memerintahkan kami apabila kami berjamaah terdiri dari tiga orang agar salah satu dari kami maju menjadi imam” HR Turmudzi. Dalam hadits ini tidak diterangkan tentang ma’mum yang berdiri di sebelah kanan dan kiri imam.

Jan 17, 2012

Menjadi Manusia Cerdas

Tausiah Bulan Januari 2012 / Muharram 1433

بسم الله الرحمن الرحيم
(إِنَّ ِللهِ عِبَادًا فُطَـنًا)
وَ ِللهِ دَرُّ الْقَائِلِ :
إِنَّ ِللهِ عِبَـادًا فُطَـنَا # َطلَّقُوا الدُّنْيَا وَخَافُوا الْفِتَـنَا
نَظَرُوْا فِيْهَا فَلَمَّا عَلِمُوْا# أَنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيٍّ سَـكَنَا
جَعَلُوْهَا لُجَّةً وَاتَّخَذُوْا # صَالِحَ الْلأَعْمَالِ فِيْهَا سُفُـنَا

الدُّنْيَا دَارُ الْمِحَنِ والْفِتَنِ قَالَبًا وَقَلْبًا وَإِنَّ الْفِتْنَةَ لَكَبِيْرَةٌ إِذَا كَانَتْ مِمَّنْ يَعِيْشُ مَعَـنَا مِنَ اْلأَزْوَاجِ وَاْلأَوْلاَدِ وَلِذلِكَ حَذَّرَنَا اللهُ تَعَالَى عَنِ الْوُقُوْعِ فِيْهَا وَخَصَّهَا بِالذِّكْرِ حَيْثُ يَقُوْلُ : [يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلاَدِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوْا...] التغابن:14.
ذُكِرَ أَنَّ هَذِهَ اْلآيَةَ نَزَلَتْ فِى قَوْمٍ أَسْلَمُوْا بِمَكَّةَ فَأَرَادُوا الْهِجْرَةَ فَمَنَعَهُمْ أَزْوَاجُهُمْ وَأَوْلاَدُهُمْ وثَبَّطُوْهُمْ عَنْهَا قَالَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ . قَالَ الْقَاضِى أَبُوْ بَكْر بْنِ الْعَرَبِي: هَذَا يُبَيِّنُ وَجْهَ الْعَدَاوَةِ فَإِنَّ الْعَدُوَّ لَمْ يَكُنْ عَدُوًّا لِذَاتِهِ وَإِنَّمَا عَدُوًّا بِفِعْلِهِ فَإِذَا فَعَلَ الزَّوْجُ وَالْوَلَدُ فِعْلَ الْعَدُوِّ كَانَ عَدُوًّا وَلاَ فِعْلَ أَقْبَحُ مِنَ الْحَيْلُوْلَةِ بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الطَّاعَةِ وَقَالَ الْحَسَنُ : أُدْخِلَ "مِنْ" لِلتَّبْعِيْضِ ِلأَنَّ كُلَّهُمْ لَيْسُوْا بِأَعْدَاءَ بِمَعْنَى أَنَّ مِنْهُمْ مَنْ هُوَ مُخَالِفٌ لِلدِّيْنِ فَصَارَ بِمُخَالَفَةِ الدِّيْنِ عَدُوًّا كَيْ نَكُوْنَ عَلَى حَذَرٍ مِنْهُمْ وَلاَ نَأْمَنَ عَلَى غَوَائِلِهِمْ وَشَرِّهِمْ .
وَأَخْطَرُ مَا أَثَّرَ فِى الْمُخَالَفَةِ فِى هَذَا الزَّمَانِ وُقُوْعُ مَا أَخْبَرَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا قَالَ : (...ثُمَّ فِتْنَةٌ لاَ يَبْقَى بَيْتٌ مِنَ الْعَرَبِ إِلاَّ دَخَلَـتْهُ) رواه البخارى (مِنْ أَعْلاَمِ السَّاعَةِ وَأَشْرَاطِهَا أَنْ يَكُوْنَ الْوَلَدُ غَيْظًا...الحديث) رواه الطبراني .(سَتَكُوْنُ الْفِتَنُ حَتَّى يَكُوْنَ الْحَلِيْمُ فِيْهَا حَيْرَانَ) أَوْ كَمَا قَالَ.
وَلاَ نَظُنُّ فِتْنَةً اتَّصَفَتْ بِهَذَا إِلاَّ الْفِتْنَةَ الْحَدِيْثةَ التِّلْفِزِيُوْن وَالْكُومْبُوترْ وَاْلإِرْتَنِيتْ وَالْفِزْبُوكْ وَالتُّوِيْترْ وَالْجَوَّالْ وَغَيْرَ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يُمَيِّـزْ طَيِّبَهَا عَنْ خَبِيْثِهَا وَاْلأَغَانِي وَالْقِيْنَاتُ وَالْمَعَازِفُ فَقَدْ عَمَّتْ بِهَا الْبَلْوَى وَشَهِدَ بِذَلِكَ الْجَمِيْعُ حَتَّى يَكُوْنَ الْفَسَادُ يَصِيْرُ بِكَثْرَةِ الْمُبَاشَرَةِ هَيِّـنًا عَلَى الطَّبَعِ وَسَقَطَ وَقْعُهُ وَاسْتِعْظَامُهُ فِى الْقَلْبِ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ . قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ)) رواه البخارى ومسلم . وَفَسَادُ الْقَلْبِ مَرَضُهُ وَمَرَضُهُ ظُلْمَـتُهُ وَمَرَضُ الْقَلْبِ يَضُرُّ بِصَاحِبِهِ فِى دِيْنِهِ الَّذِى هُوَ رَأْسُ مَالِ سَعَادَتِهِ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَيَضُرُّهُ فِى آخِرَتِهِ الَّتِي هِيَ دَارُ بَقَائِهِ وَخُلُوْدِهِ وَيُعْرَفُ بِاْلأَمَارَاتِ الظَّاهِرَةِ وَمِنْ أَظْهَرِهَا التَّكَاسُلُ عَنِ الطَّاعَاتِ وَالتَّثَاقُلُ عَنِ فِعْلِ الْخَيْرَاتِ وَالْحِرْصُ عَلَى شَهَوَاتِ الدُّنْيَا وَلَذَّاتِهَا بَعِيْدًا عَنِ اسْتِخْدَامِهَا مَزْرَعَةً ِلآخِرَتِهِ . فَإِذَا ظَهَرَ لَهُ مِنْ أَمْثَالِ هَذِهِ اْلأَمَارَاتِ وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يَسْعَى فِى مُدَاوَاتِهِ وَمُعَالَجَتِهِ قَالَ اللهُ تَعَالَى : [يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اسْتَجِيْبُوْا ِللهِ وَالرَّسُوْلِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيْكُمْ – اي يُحْيِي قُلُوْبَكُمْ – وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ]الأنفال:24.
تُشِيْرُ هَذِهِ اْلآيَةُ إِلَى أَنَّ مُعَالَجَتَهُ بِالسَّعْيِ عَلَى إِحْيَائِهِ بِشَتىَّ سُبُلٍ أَقْرَبُهَا إِلَى حُصُوْلِ الْقَصْدِ أَنْ يَطْلُبَ لَهُ شَيْخًا مُرَبِّيًا مُرْشِدًا قَائِدًا الَّذِى يُرَبِّى قَلْبَهُ وَيُهَذِّبُ أَخْلاَقَهُ وَيَأْتِي بِيَدِهِ إِلَى اللهِ وَالَّذِى بِصُحْبَتِهِ اللهُ يَحْفَظُهُ مِنَ الشَّرِّ وَالْهَوَى وَالْمَعَاصِى فَإِنْ لَمْ يَجِدْهُ فَأَخًا صَالِحًا نَاصِحًا يَسْتَعِيْنُ بِرَأْيِهِ وَإِشَارَتِهِ فِى تَعَرُّفِ مَرَضِ قَلْبِهِ وَعِلاَجِهِ أَوْ جَمَاعَةً صَالِحَةً يَنْضَمُّ إِلَيْهَا لِيَتَشَارَكَ بِغَيْرِهِ فِيْهَا ِلإِصْلاَحِ قَلْبِهِ , فَإِنْ لَمْ يَظْفَرْ بِذَلِكَ كَمَا هُوَ الْغَالِبُ مِنْ أَحْوَالِ أَهْلِ الزَّمَانِ مِنْ قِلَّةِ الْمُعَاوِنِيْنَ عَلَى الْحَقِّ وَالْخَيْرِ فَعَلَيْهِ أَنْ يَلْتَزِمَ بِالْتِزَامَاتٍ يُوَاظِبُ عَلَيْهَا مِثْلَ مَا يَأْتِي :
أ‌- أَدَاءُ الصَّلَوَاتِ مَعَ لَوَازِمِهَا الْمَشْرُوْعَةِ مِنْ إِقَامَتِهَا وَالْمُحَافَظَةِ عَلَيْهَا وَالْخُشُوْعِ وَالْحُضُوْرِ فِيْهَا وَالدَّوَامِ عَلَيْهَا فَإِنَّهَا تُزِيْلُ دَرَنَ الْقُلُوْبِ
ب‌- كَثْرَةُ الصَّلاَةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فإنها تَجْبُرُ صَدَعَ الْقُلُوْبِ
ج - تِلاَوَةُ الْقُرْآنِ فَإِنَّهَا تَجْلُوْ صَدَأَ الْقُلُوْبِ
د - الْمُلاَزَمَةُ عَلَى اْلأَوْرَادِ وَاْلأَذْكَارِ وَحُضُوْرِ مَجَالِسِ الذِّكْرِ الَّتِي مِنْهَا مَجْلِسُ الْعِلْمِ
هـ - الْمُلاَزَمَةُ عَلَى اْلإِسْتِغْفَارِ . قَالَ اْلإِمَامُ عَلِيّ ابْنُ أَبِي طَالِبٍ كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ : ابْحَثْ عَنْ قَلْبِكَ فِى ثَلاَثَةِ مَوَاطِنَ : عِنْدَ سَمَاعِ اْلقُرْآنِ وَفِى مَجَالِسِ الذِّكْرِ وَفِى أَوْقَاتِ الْخَلْوَةِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْهُ فِى هَذِهِ الْمَوَاطِنِ فَسَلِ اللهَ تَعَالَى أَنْ يَمُنَّ عَلَيْكَ بِقَلْبٍ فَإِنَّهُ لاَ قَلْبَ لَكَ .
وَهُنَاكَ أَدْعِيَةٌ مَأْثُوْرَةٌ تَدُلُّ عَلَى إِمْكَانِ تَغْيِيْرِ اْلأَخْلاَقِ الذَّمِيْمَةِ كَالتَّالِى :
1.أَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي وَمِنْ شَرِّ كُلِّ دَابَّةٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ
2. أَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ اْلأَخْلاَقِ وَاْلأَهْوَاءِ وَاْلأَدْوَاءِ
3.أَللَّهُمَّ اهْدِنِي لِصَالِحِ اْلأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لِصَالِحِهَا إِلاَّ أَنْتَ . وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّـئَها لاَيَصْرِفُ عَنِّي سَيِّـئَهَا إِلاَّ أَنْتَ .
=والله يتولى الجميع برعايته=


Menjadi Manusia Cerdas

Begitu indah orang berkata:

Sesungguhnya Allah memiliki para hamba yang cerdas
yang tidak terpesona oleh dunia dan bahkan mengkhawatirkan fitnah-fitnahnya
Mereka mengamati dunia, lalu ketika mengetahui bahwa ia bukanlah tempat tinggal bagi orang yang hidup
Maka mereka menganggapnya sebagai samudera yang harus dilalui dengan perahu-perahu amal keshalehan

Dunia adalah tempat ujian dan fitnah secara fisik maupun psikis. Fitnah dunia sungguh semakin berat jika datang dari orang-orang yang hidup bersama kita; isteri-isteri dan anak-anak kita. Karena itu Allah memperingatkan agar kita tidak terjebak dalam fitnah ini yang secara khusus disebutkan oleh Allah dalam firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya sebagian dari isteri-isterimu dan anak-anakmu adalah musuh bagimu maka waspadalah...”QS At Taghabun:14.


Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan terkait orang-orang yang telah masuk islam semenjak di Makkah dan bermaksud hijrah (ke Madinah) akan tetapi langkah mereka surut dan tertahan oleh isteri-isteri dan anak-anak mereka. Demikian seperti dikatakan oleh Ibnu Abbas ra. Al Qadhi Abu Bakar bin Al Arabi mengatakan: [Ini menjelaskan sisi permusuhan (yang dimaksudkan) karena musuh bukanlah dianggap musuh kecuali sebab perbuatannya. Jadi apabila isteri dan anak berbuat seperti perbuatan musuh maka mereka berdua adalah musuh karena tidak ada perbuatan yang paling buruk daripada menghalangi antara seorang hamba dengan ketaatan]

Al Hasan (al Bashri) mengatakan:
[Digunakan huruf Jarr “Min” untuk menunjukkan arti sebagian karena tidak keseluruhan mereka berubah menjadi musuh dalam arti sebagian mereka ada yang melakukan perbuatan melawan agama sehingga dengan perbuatan melawan ini mereka dianggap sebagai musuh yang perlu diwaspadai dan tidak boleh diremehkan akan bahaya dan keburukan mereka]

Hal paling berbahaya yang bisa memberikan pengaruh kepada perbuatan melawan agama pada sekarang ini adalah terjadinya apa yang sudah beritakan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dalam sabda Beliau; “...kemudian akan ada fitnah yang memasuki seluruh rumah orang Arab (penduduk muslimin) tanpa terkecuali” HR Bukhari. “Termasuk tanda-tanda kiamat adalah anak-anak menjadi sumber kemarahan( orang tua)...”HR Thabarani. “Akan terjadi fitnah-fitnah yang membuat orang bijak pun merasa kebingungan di dalamnya”

Fitnah semacam ini dalam penilaian kita tidak lain adalah fitnah yang berkembang saat ini berupa TV, Komputer, Internet, Face Book, Twitter dan HP dll bagi siapa saja yang tidak bisa mengambil manfaat positifnya, lagu-lagu, para selebritis dan konser-konser musik. Sungguh semuanya sudah mewabah dan disaksikan oleh seluruh orang. Karena seringkali bersentuhan sehingga hati menganggapnya biasa dan merasa kerusakan ini bukanlah hal yang serius serta tidak perlu dipermasalahkan. Laa haula walaa quwwata illaa billaah al aliiy al azhiim.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda; “Ingat, sesungguhnya dalam tubuh ada segumpal daging; jika daging itu baik maka seluruh tubuh juga baik dan jika daging itu rusak maka seluruh tubuh menjadi rusak”HR Bukhari Muslim.
Hati yang rusak adalah hati yang sakit. Hati yang sakit adalah hati yang diliputi kegelapan. Hati yang sakit berbahaya bagi pemiliknya; dalam agamanya sebagai modal meraih keberuntangan dunia akhirat, juga dalam akhiratnya sebagai rumah yang langgeng dan abadi baginya.

Hati yang sakit bisa diidentifikasi melalui gejala-gejala yang muncul di mana yang paling dominan adalah bermalas-malasan dalam menjalankan ketaatan, merasa berat melakukan kebaikan-kebaikan, serta sikap rakus terhadap kesenangan dan kelezatan dunia, sama sekali jauh dari memperlakukan dunia sebagai ladang akhirat.
Jika gejala-gejala tersebut muncul maka seseorang wajib berusaha melakukan terapi pengobatan. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman! penuhilah Allah jika Dia Memanggilmu menuju hal yang bisa membuatmu selalu hidup –menghidupkan hatimu – dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Menghalangi antara seseorang dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNya-lah kalian dikumpulkan”QS Al Anfaal:24.

Ayat ini memberikan arahan untuk melakukan pengobatan hati dan berusaha selalu menghidupkannya dengan berbagai macam cara di mana yang paling memudahkan mencapai tujuan adalah dengan mencari seorang Guru Murabbi yang akan selalu membimbing dan mengarahkan, yang bisa melihat hati dan membersihkan akhlak, yang akan memegang tangannya menuju Allah, dan yang karena bershuhbah dengan guru itu Allah menjaga dirinya dari keburukan, hawa nafsu dan kemaksiatan.
Apabila tidak menemukan guru seperti itu maka mencari teman yang shaleh yang selalu memberi nasehat. Saran dan pendapat teman seperti ini bisa membantu mengenali penyakit hati dan pengobatannya.
Atau mencari Jamaah yang patut untuk bergabung di dalamnya agar bisa turut serta bersama yang lain dalam memperbaiki hati.
Jika semuanya tidak ditemukan - sebagaimana kondisi mayoritas masyarakat sekarang ini yang susah mencari orang-orang yang bisa saling membantu dalam kebaikan dan kebenaran – maka harus melakukan secara rutin iltizamat berikut ini:

a. Menjalankan shalat dan keharusan-keharusannya yang berupa; mendirikannya, menjaganya, khusyu’, khudhur dan melanggengkannya. Sungguh shalat bisa menghilangkan kotoran-kotoran hati.
b. Memperbanyak bershalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam karena shalawat bisa menambal keretakan hati.
c. Membaca Alqur’an karena membaca Alqur’an bisa membersihkan karat-karat hati
d. Merutinkan wirid-wirid dan dzikir-dzikir serta menghadiri majlis-majlis dzikir yang di antaranya adalah majlis ilmu.
e. Menetapi Istighfar. Imam Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah mengatakan: [Carilah hatimu dalam tiga suasana; ketika mendengarkan Alqur’an, dalam majlis-majlis dzikir dan dalam waktu-waktu khalwah. Jika kamu tidak menemukkannya dalam suasana-suasana ini maka memohonlah kepada Allah agar menganugerahkan hati kepadamu karena kamu sama sekali tidak memiliki hati]

Ada do’a-do’a ma’tsur yang menjadi dalil adanya peluang merubah akhlak yang tercela seperti berikut:

1. “Ya Allah, sesungguhnya saya memohon perlindunganMu dari kejahatan diriku dan dari kejahatan seluruh binatang melata yang ubun-ubunya ada dalam genggamanMu . sesungguhnya Tuhanku berada pada jalan yang lurus”
2. “Ya Allah, sesungguhnya saya memohon perlindunganMu dari akhlak yang mungkar, menuruti keinginan nafsu dan dari berbagai penyakit”http://www.blogger.com/img/blank.gif
3. “Ya Allah, tunjukkanlah diriku akan akhlak yang baik karena tidak ada yang menunjukkan akan akhlak yang baik kecuali Engkau. Hindarkanlah keburukan akhlak dariku. Karena tak ada yang menghindarkannya dariku kecuali Engkau”

=والله يتولى الجميع برعايته=

Audio Offline Tausiah 8 Januari 2012 / Muharram 1433


Download Tausiah 8 Januari 2012 / Muharram 1433